Minggu, 27 September 2009

Workshop Menulis Buku

Salam dahsyat penulis!
Syalom, puji syukur kepada Tuhan Yesus atas anugerah-Nya tanggal 26 September 2009 lalu telah dilangsungkan Workshop Menulis Buku "6 Jam yang Mengubahkan". Bertempat di Hotel Perdana Wisata lt. 3 Ruang Alamanda 1. Dimulai pukul 9 pagi dan berakhir pukul 3 sore.
Peserta yang mendaftar sebenarnya 14 orang, namun karena berbagai kendala: ada yang sakit, ada yang harus mengantar isteri ke rumah sakit, dan ada yang tidak bisa ikut karena harus mengurusi anak (maklum pembantu sedang mudik). Yang hadir ada 9 orang dari berbagai denominasi gereja (GISI Cimahi, GKPB Bandung, GKIM Gloria, Katedral, GBI Hypersquare dan BKR, HKPB, dll)
Hadir sebagai pembicara tunggal adalah Bpk. Pdp. Tony Tedjo, M.Th selaku Ketua SOW. Empat topik utama yang disampaikan, yaitu Menjadi kaya dengan menulis, 9 kata jangan yang harus dihindari penuli, 10 hal yang harus diperhatikan bagi penulis buku best seller, dan menulis buku laris.
Acara dimulai dengan pengucapan kalimat: "Menulis Buku itu Mudah.". Selama session, semua peserta begitu antusias dan mulai melangkah menjadi penulis. Ada yang langsung mengirimkan tulisannya kepada kami untuk dimuat di blog ini.
Bpk. Tony memberikan tips praktis bagaimana bisa menulis buku dan membagikan pengalamannya sebagai penulis buku dan sekaligus menjadi penerbit buku.
Maju terus penulis. sampai berjumpa pada SOW mendatang...

KONSISTEN MELAKUKAN KOMITMEN

“Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibrani 13 : 8)


Sikap konsisten adalah salah satu sikap yang mulia dan terpuji khususnya terhadap komitmen sehingga sikap kita tersebut dihargai dan dipercayai baik oleh Tuhan maupun sesama. Bagi seorang pemimpin yang termasuk salah satu sikap utama uang dituntut darinya khususnya di hadapan para pengikutnya adalah konsisten dalam perkataan dan perbuatan di manapun ia berada, baik di keluarga, kantor, gereja, organisasi, dan tempat lainnya.

Bagi saya pribadi berbicara mengenai konsisten terhadap komitmen sangatlah mudah namun sulit melakukannya, Saya mengakuinya secara terbuka yaitu saya telah berkomitmen untuk taat kepada kehendak Tuhan dan menjauhi perbuatan dosa, tetapi saya melanggarnya karena saya emosi dan saya melakukan perbuatan yang mendukakan hati Tuhan. Sebagai saksi Kristus, saya sungguh malu karena saya menunjukkan cara hidup dunia yang tidak berkenan di hati Tuhan, yaitu misalnya kalau saya kesal, saya ingin merusak diri dengan merokok tanpa mempedulikan baik Tuhan maupun orang lain. Saya tahu bahwa perbuatan itu salah, namun karena emosiku yang tinggi saya melakukannya. Saya telah mengecewakan hati Tuhan Yesus, padahal Tuhan Yesus tetap konsisten baik kemarin, hari ini dan sampai selama-lamanya setia menyertaiku. Pimpinan Tuhan dalam hidupku sangatlah kuperlukan agar saya konsisten terhadap komitmen untuk taat kepada kehendak-Nya setiap hari setiap waktu apapun keadaannya.

Mulai hari ini saya memperbaharui komitmen saya yaitu untuk bertobat sungguh-sungguh dari karakter lamaku yang mudah emosi menjadi karakter yang baru yaitu sabar, tenang dan lemahlembut serta taat kepada kehendak Tuhan apapun resiko yang saya alami dalam hidup saya. Saya secara jujur mengakui bahwa saya belum mampu memimpin diri sendiri, namun saya berserah diri penuh kepada Tuhan Yesus untuk rela dipimpin oleh Roh Kudus.

Firman Tuhan bagi setiap orang khususnya para pemimpin melalui 1 Petrus 5 : 3 mengatakan,” Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.” Salah satu teladan yang penting adalah sikap konsisten.

Dengan ketulusan hati, saya persembahkan hati dan pikiran saya bahkan seluruh hidup saya di atas mezbah Tuhan dengan doa permohonan, “ Ya Tuhan Yesus, bentuklah karakter saya utuh dan sempurna di hadapan-Mu dan sikap konsisten terhadap komitmen dalam hati saya untuk taat sepenuhnya kepada kehendak-Mu. Mampukanlah saya Tuhan oleh pimpinan Roh Kudus untuk melakukannya baik dalam perkataan maupun perbuatan yang nyata. Amin.”
(sumber referensi : “The Small Stuff of Wisdom” oleh Nick D. Adam. Ditulis oleh Harold Hutapea, siswa SOW angkatan ke-3)

Kamis, 17 September 2009

TAK GENDONG KE MANA-MANA

Suatu kali seorang pemuda bermimpi berada di sebuah tepian pantai. Di sana terhampar pasir putih yang berkilauan terkena sinar matahari. Dalam mimpinya, pemuda tersebut melihat dua buah pasang jejak kaki. Satu pasang jejak kaki adalah miliknya, dan sepasang yang lain milik Tuhan. Dua pasang jejak kaki tersebut berjalan sepanjang tepian pantai putih yang indah itu. Namun, mendadak muncul angin puting beliung menuju ke arah jejak kaki tersebut. Anehnya, sewaktu angin tersebut akan menerpa dua pasang jejak kaki itu, ternyata jejak tersebut malah berkurang menjadi satu pasang jejak kaki saja. Pemuda ini berpikir, sewaktu keadaan tenang, Tuhan selalu bersama-Nya, kok ketika keadaan sedang kritis, malah dia ditinggal sendirian. Beberapa waktu kemudian terdengar suara Tuhan, “sepasang jejak kaki tersebut bukan milikmu, tapi milik-Ku.” Pemuda ini kembali bertanya, “lalu di mana jejak kaki kepunyaanku?” “Jejak kakimu tidak ada lagi, sebab kamu sedang Ku-gendong,” Tuhan kembali menyahut. Dari kisah ini kita belajar bahwa kalau kita berjalan bersama Tuhan, pasti Dia akan menolong kita.
Berjalan bersama Tuhan itu memerlukan kesabaran dan kesetiaan. Jangan memaksakan kehendak kita. Biarkan Tuhan yang menuntun kita ke jalan yang benar, sampai pada finish. Sebab kita yakin bahwa rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera yang mendatangkan kebaikan bagi kita (Yeremia 11:29). Sebab bila memaksakan kehendak kita, bisa-bisa untuk sampai ke finish harus memakan waktu puluhan tahun, padahal sebenarnya bila kita menurut saja, perjalanan tersebut hanya memakan setahun atau dua tahun aja. Bukti sejarahnya adalah bangsa Israel.
Bangsa Israel harus berjalan keluar dari Mesir menuju Tanah Kanaan selama 40 tahun (Keluaran 13:18; 16:35). Mereka harus berputar-putar terlebih dahulu di padang gurun. Padahal bila dilihat dari jarak yang seharusnya mereka tempuh, perjalanan tersebut paling tidak hanya memakan waktu tidak lebih dari 10 hari. Mengapa mereka harus mengalami hal itu? Supaya mereka benar-benar menyadari bahwa kalau perjalanan mereka berhasil sampai di tempat tujuan, bukanlah karena kekuatan dan kehebatan mereka, melainkan hanya karena anugerah Tuhan saja. Tuhanlah yang memimpin dan menyertai mereka selama berada di padang gurun. Buktinya, kasut (sandal) yang mereka kenakan tidak cepat rusak. Mereka diberi makan manna dan burung puyuh selama 40 tahun oleh Tuhan. Tuhan memberikan kepada mereka air untuk diminum, sehingga mereka tidak kehausan sepanjang perjalanan tersebut.
Apabila bangsa Israel yang tegar tengkuk itu dibiarkan berjalan hanya menempuh waktu sekitar 10 hari saja, dapat dipastikan bahwa mereka akan sombong. Menganggap jika mereka bisa sampai di Tanah Kanaan adalah karena kekuatan dan kemampuan mereka sendiri, bukan karena pertolongan Tuhan. Hal ini tidak dikehendaki Tuhan. Maka Tuhan membuat perjalanan bangsa Israel itu menjadi sangat lama, bertujuan untuk merendahkan hati mereka. Sampai mereka benar-benar mengakui kemahakuasaan dan keperkasaan Tuhan atas hidup mereka. Sayangnya, hanya dua orang saja yang bisa sampai di Tanah Kanaan, yakni Kaleb bin Yefune dan Yosua bin Nun. Selebihnya, termasuk Musa dan Harus, harus mati di padang gurun.
Dalam perjalanan hidup kita, penting sekali berjalan bersama Tuhan. Berarti kita harus menanggalkan semua agenda hidup kita dan mengisinya dengan agenda-Nya. Kita harus mengikuti kehendak Tuhan atas hidup kita. Selama kita mengandalkan Tuhan, maka apa saja yang kita kerjakan akan menjadi berhasil (Yeremia 17:7). Contoh nyata adalah Yusuf. Di manapun dia berada, bahkan dalam penjara sekalipun, ketika Tuhan menyertainya, maka kehidupannya menjadi berhasil (Kejadian 39:2, 23; 41:40). Namun ketika mengandalkan kepada kekuatan sendiri, di sinilah awal kehancuran kita (Yeremia 17:5). Contohnya adalah Simson. Di mana dia harus mati tragis, kedua matanya buta (Hakim-hakim 16:23-30).
Keputusan kita sekarang sangat menentukan akan menjadi apa kita nanti. Oleh karena itu, sekarang juga putuskanlah agar kita mau berjalan bersama Tuhan dan menyerahkan semua hak yang kita miliki untuk diberikan kepada-Nya. Biarkan Tuhan sendiri yang menuntun jalan hidup kita sampai kepada tempat tujuan akhir. (diambil dari Tabloid Keluarga edisi ke-54 Edisi September 2009, karya: Pdp. Tony Tedjo, M.Th)