Kamis, 18 November 2010

PENDIDIK DAN BAPA

“Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa…” (I Korintus 4:15a).

Seorang guru atau dosen disebut sebagai pendidik. Mereka bertugas mendidik setiap siswa dan mahasiswa untuk menjadi orang pintar. Sayangnya tugas mendidik ini hanya dilakukan sebatas untuk menambah pengetahuan kognitif (otak), tanpa mengindahkan faktor lain dalam hidup peserta didiknya. Tak heran bila kita menemukan mahasiswa teologi yang katanya calon hamba Tuhan, nyatanya masih merokok dan minum-minuman keras, serta jatuh ke dalam dosa perzinahan. Kemungkinan di kelas hanya diperhatikan bagaimana mendapatkan nilai terbesar saja, tanpa memperhatikan karakternya.
Beberapa hamba Tuhan jatuh dalam dosa. Mengapa hal ini dapat terjadi, bukankah dia sudah mengetahui tindakan apa saja yang mendatangkan dosa dan seharusnya dia jauhi. Apa penyebabnya? Karena dia tidak memiliki bapa. Beberapa orang hamba Tuhan yang memiliki bapa, dia tetap hidup bertahan dalam kebenaran firman Tuhan. Sebab ada yang mengingatkannya apabila jalan hidupnya sudah melenceng dari jalan Tuhan.
Yoas, raja Yehuda, melakukan apa yang benar seumur hidupnya, selama imam Yoyada mengajar dia (II Tawarikh 12:2). Yoyada tidak hanya mengajarkan berbagai pengetahuan, namun dia juga mau menjadi bapa bagi Yoyada. Istilah sekarang adalah menjadi mentor.
Sudah semestinya para hamba Tuhan senior bisa menjadi bapa bagi para hamba Tuhan lain yang masih muda. Sehingga bisa membantu dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi. Rasul Paulus menjadi mentor bagi Timotius dan Titus. ”Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah untuk memberitakan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus, kepada Timotius anakku yang kekasih...” (II Timotius 1:1-2). Timotius yang masih muda dan kurang berpengalaman dalam pelayanan, mendapatkan bimbingan dan pengawasan dari Paulus. Surat-surat Paulus kepada Timotius menunjukkan perhatiannya kepada anak rohaninya.
Tanpa kehadiran seorang bapa rohani, setiap pelayan Tuhan akan mudah terjatuh dan terseret dalam arus dunia ini. Diperlukan orang-orang yang memiliki hati dan mau membagikan hidupnya untuk membantu orang-orang muda yang belum berpengalaman dalam pelayanan, agar bisa mandiri. Sayangnya, sangat sedikit mereka yang terbeban menjadi bapa (tidak hanya bagi pria, wanita juga bisa). Padahal banyak orang yang memerlukan dukungan dan masukan agar pelayanannya bisa terus berlangsung dan semakin maju berkembang.
Kita perlu berdoa minta kepada Tuhan agar membangkitkan banyak bapa rohani yang menjadi penopang dalam kehidupan orang-orang yang masih belum berpengalaman dalam pelayanan. Tidak hanya sekadar pendidik, tetapi seorang yang memiliki hati bapa. Seorang bapa tentu akan senang bila anak rohaninya lebih maju daripada dirinya. Bukan malah menganggap saingan dan malah menjatuhkan anak rohaninya. Semoga Tuhan banyak mengirimkan beribu-ribu bapa yang menjadi teman dan sahabat di kala suka dan duka.

Mendengar Suara-Nya Membuat Hati Bahagia

Kisah dalam Yohanes 21:1-14 mengisahkan kehidupan para murid Yesus setelah kematian-Nya. Petrus dan beberapa murid lainnya kembali kepada kehidupan lamanya sebagai penjala ikan, padahal mereka sudah diangkat oleh Yesus menjadi penjala manusia. Hal ini dikarenakan para murid kehilangan harapan, sebab Guru mereka yang dianggap sebagai Mesias telah mati. Sehingga para murid kehilangan arah hidup.
Tanpa berpikir panjang lagi, Petrus dan teman-temannya kembali kepada pekerjaan awal mereka sebagai nelayan. Seperti umumnya para nelayan, merekapun bersepakat untuk melaut malam itu. Tetapi rupanya malam itu mereka sedang apes, tidak seekor ikan pun yang mereka tangkap. Akhirnya diputuskan untuk kembali ke tepi pantai. Setibanya di tepi, mereka berjumpa dengan Yesus. Sayangnya para murid ini tidak mengenali Yesus lagi. Yesus menyuruh agar mereka menebarkan jala kembali, tapi kali ini tidak di tengah laut, melainkan di sekitar tepi. Hal ini tidak lazim dilakukan para nelayan. Namun, apa salahnya mereka mencobanya. Dan ternyata, mukjizat terjadi. Mereka menangkap 153 ekor ikan besar, tapi jala mereka tidak koyak. Di sinilah para murid mengenali bahwa orang yang berada di hadapan mereka adalah Yesus.
Mengapa para murid tidak bisa mengenali suara Yesus? Ada tiga hal mengapa seringkali kita, termasuk para murid, tidak bisa mendengar suara Yesus: Pertama, dikuasai oleh ketakutan. Orang yang dikuasai ketakutan ini digambarkan seperti seorang pendaki gunung berikut. Telah berjam-jam seorang pendaki gunung tersesat di jalan. Dia terperosok ke dalam sebuah jurang. Untunglah dia sempat berpegangan pada seutas akar pohon. Karena takutnya dia berkata kepada Tuhan. ”Tuhan, tolong saya, apa yang harus saya lakukan?” Tuhan menjawab, ”lepaskan saja peganganmu.” ”Tidak Tuhan, nanti kalau dilepaskan saya bisa mati. Saya belum mau mati.” ”Lepaskan saja, percayalah kepada-Ku.” Pendaki ini tidak mempercayai suara Tuhan. Dia tetap berpegangan pada akar pohon hingga pagi hari. Setelah keadaan sekitarnya terlihat dengan jelas, ternyata jarak antara kaki dengan tanah di bawahnya hanya sekitar 1 meter. Seandainya saja pendaki ini menuruti suara Tuhan sejak awal, tentunya dia tidak usah berjam-jam bergantungan pada akar pohon.
Para murid tidak bisa mengenali suara Yesus dengan baik karena diliputi oleh perasaan takut yang mencekam, disebabkan ancaman para ahli Taurat dan orang Farisi yang mengancam untuk memenjarakan para pengikut Yesus.
Seringkali kita juga tidak bisa mendengar suara Yesus dengan baik, karena kita terlalu diliputi oleh perasaan takut. Sehingga ketakutan ini mengalahkan suara-Nya yang senantiasa memberikan penghiburan dan keberanian. Padahal Tuhan tidak pernah memberikan roh ketakutan. ”Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan keberanian” (II Timotius 1:7). Oleh karenanya, usirkan ketakutan itu, dan dengarkanlah suara-Nya yang lembut itu.
Kedua, orang terkadang tidak bisa mendengar suara Tuhan karena terlalu disibukkan dengan kebisingan dunia dan kesibukan pekerjaan. Sehingga suara Tuhan yang lembut nyaris tak terdengar atau diabaikan begitu saja. Petrus dan teman-temannya disibukkan dengan pekerjaannya sebagai nelayan. Yang ada di benak pikiran mereka hanya bagaimana caranya agar bisa menangkap ikan sebanyak mungkin untuk dijual dan mendapatkan uang yang banyak. Sehingga mereka tidak lagi mengenali suara Yesus. Padahal para murid tersebut sudah mengikut Yesus sekitar 3 setengah tahun. Pagi, siang, sore, dan malam hari selalu bersama. Tetapi masih saja mereka tidak mengenali Yesus.
Seorang mandor di pabrik tekstil kehilangan arloji kesayangannya. Dia sudah berusaha mencari ke sana ke mari namun belum bisa menemukannya. Beberapa temannya juga membantu, namun hasilnya nihil. Suara mesin dan suara orang berbicara lebih keras dibandingkan suara detak jam. Ketika saatnya jam istirahat, semua pekerja beristirahat untuk makan. Semua mesin pun dimatikan. Sehingga keadaan di ruangan tersebut sunyi. Seorang pekerja dengan sengaja tetap berada di ruangan tersebut. Dia mulai membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengarkan bunyi suara jam. Setelah beberapa menit, akhirnya pekerja ini bisa mendengar dengan jelas suara jam, dengan segera dia bisa menemukan arloji yang hilang.
Ketiga, tidak lagi memiliki hubungan intim dengan-Nya. Hubungan intim ini bisa diperoleh dengan cara mempunyai waktu khusus untuk berdoa. Berdoa berarti berkomunikasi dengan Tuhan, mengungkapkan isi hati kita dan mendengarkan kehendak-Nya dalam diri kita. Membaca firman Allah secara rutin pun bisa mempertajam kepekaan kita dalam mendengar suara Tuhan. Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah dengan bersaksi mengenai kebaikan Tuhan kepada orang lain. Tuhan akan memakai kita dengan menaruh perkataan-perkataan-Nya untuk disampaikan kepada orang-orang yang ditemui.
Seorang sahabat yang sudah sepuluh tahun tidak pernah bertemu, tentunya tidak begitu mengenali lagi kepada sahabatnya itu. Bila dulu dia bisa mengetahui kehadirannya hanya dari batuknya, maka setelah lama tidak bertemu dia lupa. Agar bisa mengenal suaranya kembali, tentunya dia harus menjalin hubungan yang lebih dekat lagi dan secara rutin.

Suara Tuhan itu memberikan penghiburan, kekuatan, dan membangkitkan semangat kembali. Bila sedang menghadapi pergumulan berat, ketika mendengar suara-Nya, kita menjadi tenang. Beroleh semangat kembali. Mendapat kekuatan baru untuk maju menjalani kehidupan dan melayani Dia.

* Tony Tedjo pendiri dan ketua SOW, konsultan penerbitan, pengajar, penulis buku.

Dukung dan Doakanlah

Sekolah Menulis Alkitabiah (SOW) akan membuka kelas khusus yang mempelajari mata kuliah Alkitab (10 SKS atau 5 mata kuliah) dan mata kuliah literatur (20 sks atau 10 mata kuliah) dengan lama belajar sekitar 10 bulan. Proses belajar mengajar diadakaan setiap Senin ke-2 dan ke-4 dari jam 17.00-20.00 WIB. Rencananya akan dibuka bulan Februari 2011 nanti. Ada diskon khusus bagi alumni SOW. Doakanlah.
Doakanlah agar SOW di tahun 2011 semakin eksis dan menjadi berkat bagi banyak anak-anak Tuhan di Indonesia.

Mengalahkan Tiga Raksasa

Setiap pekerjaan apapun namanya pastilah mengalami beberapa kendala ketika mengerjakannya. Termasuk di dalamnya dengan kegiatan tulis-menulis. Pada kesempatan ini akan diberikan tips praktis bagaimana dapat mengalahkan tiga raksasa dalam menulis, yaitu:
1. Raksasa kemalasan. Sebenarnya setiap orang berkesempatan untuk menjadi penulis sukses, hanya saja terkadang tidak mampu menghadapi raksasa yang satu ini, yaitu kemalasan. Beberapa orang memiliki ide-ide brilian dan berpotensi menjadi tulisan berbobot. Hanya saja malas untuk menuangkan ide tersebut ke dalam bentuk tulisan. Cara mengatasinya adalah dengan meningkatkan kerajinan dan membiasakan diri untuk berdisiplin, dalam keadaan apapun untuk selalu menulis dan tetap menulis. Paling tidak menulis sebuah artikel pendek.
2. Raksasa kepuasan. Orang bisa menjadi mandul dalam menulis bila terlalu larut dalam rasa puas atas apa yang sudah diraihnya. Kepuasan ini akan melemahkan kerinduannya untuk menulis artikel yang lain. Terpaku pada tulisan terdahulu yang dirasa cukup memuaskan hatinya. Cara mengalahkannya adalah dengan selalu bersikap rendah hati dan menghindari diri dikuasai dengan kepuasan. Mencoba melihat kepada orang yang di atas kita, maksudnya penulis senior, yang sudah menghasilkan berpuluh-puluh artikel dan buku, tetapi tetap masih menulis. Hal ini akan memacu kita untuk tetap berprestasi menghasilkan tulisan-tulisan bermutu.
3. Raksasa kekecewaan. Biasanya kalau tulisan seseorang diterbitkan, orang menjadi giat menulis lagi tulisan-tulisan yang lainnya. Terkadang pula ada orang yang menjadi mogok menulis dikarenakan pernah kecewa terhadap suatu redaksi atau surat kabar tertentu yang sudah mengembalikan tulisannya. Dia menjadi trauma dan tidak mau menulis lagi. Cara mengatasinya adalah dengan menghibur hati kita bahwa tulisan yang ditolak oleh satu penerbit belum tentu ditolak oleh penerbit lainnya. Masih ada penerbit lain yang akan menerima tulisan kita.

Hot News SOW

Puji Tuhan, tgl. 13 Oktober 2010 yang lalu Bp. Tony Tedjo telah diundang untuk membawakan training bagi guru-guru Sekolah Sinar Bunga Hati Bandung. Adapun materi yang dibawakan yaitu bagaimana membuat pengumuman yang baik. Diikuti oleh 15 orang guru dari play group, TK, dan SD.
SOW ekstensi telah berjalan dan diikuti oleh tiga peserta: Satu dari Sumedang, satu dari Surabaya, dan satu lagi dari Batam. Masing-masing begitu antusias dalam belajar. Hasil tulisan mereka selain diterbitkan pada Tabloid Rohani Keluarga, juga diharapkan bisa diterbitkan menjadi buku.
Salah seorang peserta SOW angkatan ke-1, yakni Ibu Hanny Retika telah berhasil menerbitkan buku perdananya dengan judul ”Melejit Saat Terjepit”. Sebuah buku inspirasi yang ditujukan kepada para orangtua agar bisa mendidik anak-anaknya secara maksimal.

SOW angkatan ke-5 akan diadakan tgl. 17 November dan 7 Desember 2010, jam 09.00-15.00 WIB bertempat di Hotel Perdana Wisata, Jl. Jendral Sudirman Bandung. Pembicara Tony Tedjo, S.Th., M.Th., D.Th (C) dan Johny Tedjo, S.Th. Materi yang disampaikan “Menulis itu apa sih?“, “Tips Mengalahkan Tiga Raksasa Menulis“, “Menulis Cerpen itu Gampang“, “Menulis Biografi dengan Mudah“, “Kiat Menulis Buku“, dan “7 Keuntungan Menulis“. Biaya pelatihan Rp500.000 (hotel berbintang, modul, makan, snack, member card, paket buku). Mendaftar sebelum 10 November 2010 biaya Rp400.000. Alumni SOW diskon 50%. Pendaftaran 081394401799 atau 088218240331. Tempat terbatas!

SPIRIT OF EXCELLENT


Seorang penulis penting sekali memiliki roh yang luar biasa (spirit of excellent). Penulis yang memiliki spirit of excellent akan menghasilkan karya-karya tulisan yang berbobot dan menjadi produktif. Beberapa hal untuk mewujudkan spirit of excellent ini:

Pertama, miliki mental yang tidak cepat merasa puas. Banyak penulis setelah tulisannya diterbitkan di media massa dan karyanya dibukukan menjadi buku, merasa cukup puas sehingga tidak lagi menghasilkan karya tulisan yang lainnya.

Kedua, berhenti belajar. Setiap orang sepanjang hidupnya haruslah senantiasa belajar. Bila dia tidak mau belajar (membaca buku karya orang lain atau mengikuti seminar), maka tulisan-tulisannya akan dangkal, dan sumber informasinya sudah tidak lagi up to date. Dengan tetap belajar, membuat tulisannya menjadi lebih bervariasi dan beritanya selalu baru.

Ketiga, menjaga sikap rendah hati. Meski si penulis sudah menjadi terkenal, dia harus tetap menjaga sikapnya agar tidak sombong. Seperti padi, semakin berisi semakin merunduk. Sebab kesombongan adalah awal dari kehancuran.

Marilah kita memiliki spirit of excellent, sehingga mampu menghasilkan hasil yang optimal bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus.