Kamis, 17 September 2009

TAK GENDONG KE MANA-MANA

Suatu kali seorang pemuda bermimpi berada di sebuah tepian pantai. Di sana terhampar pasir putih yang berkilauan terkena sinar matahari. Dalam mimpinya, pemuda tersebut melihat dua buah pasang jejak kaki. Satu pasang jejak kaki adalah miliknya, dan sepasang yang lain milik Tuhan. Dua pasang jejak kaki tersebut berjalan sepanjang tepian pantai putih yang indah itu. Namun, mendadak muncul angin puting beliung menuju ke arah jejak kaki tersebut. Anehnya, sewaktu angin tersebut akan menerpa dua pasang jejak kaki itu, ternyata jejak tersebut malah berkurang menjadi satu pasang jejak kaki saja. Pemuda ini berpikir, sewaktu keadaan tenang, Tuhan selalu bersama-Nya, kok ketika keadaan sedang kritis, malah dia ditinggal sendirian. Beberapa waktu kemudian terdengar suara Tuhan, “sepasang jejak kaki tersebut bukan milikmu, tapi milik-Ku.” Pemuda ini kembali bertanya, “lalu di mana jejak kaki kepunyaanku?” “Jejak kakimu tidak ada lagi, sebab kamu sedang Ku-gendong,” Tuhan kembali menyahut. Dari kisah ini kita belajar bahwa kalau kita berjalan bersama Tuhan, pasti Dia akan menolong kita.
Berjalan bersama Tuhan itu memerlukan kesabaran dan kesetiaan. Jangan memaksakan kehendak kita. Biarkan Tuhan yang menuntun kita ke jalan yang benar, sampai pada finish. Sebab kita yakin bahwa rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera yang mendatangkan kebaikan bagi kita (Yeremia 11:29). Sebab bila memaksakan kehendak kita, bisa-bisa untuk sampai ke finish harus memakan waktu puluhan tahun, padahal sebenarnya bila kita menurut saja, perjalanan tersebut hanya memakan setahun atau dua tahun aja. Bukti sejarahnya adalah bangsa Israel.
Bangsa Israel harus berjalan keluar dari Mesir menuju Tanah Kanaan selama 40 tahun (Keluaran 13:18; 16:35). Mereka harus berputar-putar terlebih dahulu di padang gurun. Padahal bila dilihat dari jarak yang seharusnya mereka tempuh, perjalanan tersebut paling tidak hanya memakan waktu tidak lebih dari 10 hari. Mengapa mereka harus mengalami hal itu? Supaya mereka benar-benar menyadari bahwa kalau perjalanan mereka berhasil sampai di tempat tujuan, bukanlah karena kekuatan dan kehebatan mereka, melainkan hanya karena anugerah Tuhan saja. Tuhanlah yang memimpin dan menyertai mereka selama berada di padang gurun. Buktinya, kasut (sandal) yang mereka kenakan tidak cepat rusak. Mereka diberi makan manna dan burung puyuh selama 40 tahun oleh Tuhan. Tuhan memberikan kepada mereka air untuk diminum, sehingga mereka tidak kehausan sepanjang perjalanan tersebut.
Apabila bangsa Israel yang tegar tengkuk itu dibiarkan berjalan hanya menempuh waktu sekitar 10 hari saja, dapat dipastikan bahwa mereka akan sombong. Menganggap jika mereka bisa sampai di Tanah Kanaan adalah karena kekuatan dan kemampuan mereka sendiri, bukan karena pertolongan Tuhan. Hal ini tidak dikehendaki Tuhan. Maka Tuhan membuat perjalanan bangsa Israel itu menjadi sangat lama, bertujuan untuk merendahkan hati mereka. Sampai mereka benar-benar mengakui kemahakuasaan dan keperkasaan Tuhan atas hidup mereka. Sayangnya, hanya dua orang saja yang bisa sampai di Tanah Kanaan, yakni Kaleb bin Yefune dan Yosua bin Nun. Selebihnya, termasuk Musa dan Harus, harus mati di padang gurun.
Dalam perjalanan hidup kita, penting sekali berjalan bersama Tuhan. Berarti kita harus menanggalkan semua agenda hidup kita dan mengisinya dengan agenda-Nya. Kita harus mengikuti kehendak Tuhan atas hidup kita. Selama kita mengandalkan Tuhan, maka apa saja yang kita kerjakan akan menjadi berhasil (Yeremia 17:7). Contoh nyata adalah Yusuf. Di manapun dia berada, bahkan dalam penjara sekalipun, ketika Tuhan menyertainya, maka kehidupannya menjadi berhasil (Kejadian 39:2, 23; 41:40). Namun ketika mengandalkan kepada kekuatan sendiri, di sinilah awal kehancuran kita (Yeremia 17:5). Contohnya adalah Simson. Di mana dia harus mati tragis, kedua matanya buta (Hakim-hakim 16:23-30).
Keputusan kita sekarang sangat menentukan akan menjadi apa kita nanti. Oleh karena itu, sekarang juga putuskanlah agar kita mau berjalan bersama Tuhan dan menyerahkan semua hak yang kita miliki untuk diberikan kepada-Nya. Biarkan Tuhan sendiri yang menuntun jalan hidup kita sampai kepada tempat tujuan akhir. (diambil dari Tabloid Keluarga edisi ke-54 Edisi September 2009, karya: Pdp. Tony Tedjo, M.Th)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar