“Berapa sih penghasilan yang bisa diharapkan oleh seorang trainer profesional di Indonesia?,” tanya seorang kawan dengan nada meremehkan profesi trainer. Ia bekerja sebagai pengusaha skala menengah dengan karyawan 100-an orang. Sebagai pemilik sebuah usaha dagang (trading company), ia sungguh tak paham siapa yang mau membayar jasa pelatihan yang ditawarkan para trainer. Baginya, trainer itu seperti pengajar sekolah atau dosen yang penghasilannya tidak menjanjikan untuk hidup secara memadai (menurut ukurannya, tentu). Saya menanggapi pertanyaannya dengan tersenyum. Belum tahu dia rupanya.
Dalam kesempatan lain, seorang pimpinan lembaga pengorganisasi pelatihan (training organizer) di Surabaya, berbisik pada saya, “Eh sudah tahu belum, trainer itu tahun lalu menambah kekayaannya sekitar Rp 7 M hanya dari kegiatan pelatihan saja. Rata-rata sebulan ia bicara di 15 pertemuan di berbagai kota besar dengan honor Rp 35 juta sekali bicara selama 3-4 jam.” Saya menanggapi bisikannya dengan senyuman. Sudah tahu dia rupanya.
Kawan lain, yang sudah fokus menafkahi keluarganya dari bisnis bicara (pelatihan) selama lima tahunan, suatu kali ditelepon mantan atasannya 7-8 tahun silam. Singkat cerita, sang mantan atasan di perusahaan lama yang sudah pindah ke perusahaan baru dan sekarang menjadi pimpinan tertinggi di perusahaan multinasional itu, memerlukan manajer senior untuk bidang teknologi dan informasi. Terkesan atas kinerja kawan saya yang menjadi stafnya di masa lalu, maka ia ingin kembali mempekerjakan kawan saya itu dengan posisi, gaji, dan fasilitas yang jauh lebih baik. Kawan saya merespons ajakan tersebut dengan berkata mantap, “Maaf ya pak. Bukan apa-apa. Tawaran gaji yang bapak sebutkan tadi adalah honor yang saya terima sekali bicara selama 2 jam di pertemuan-pertemuan perusahaan yang mengundang saya. Jadi pasti tidak menarik buat saya. Dan lagi saya sudah bosan pak mengikuti ritme kerja tak masuk akal, bangun pagi menerobos kemacetan, dan pulang malam dengan masalah yang sama juga bertahun-tahun. Sekarang saya bebas menentukan jam kerja dan penghasilan tidak kalah dengan manajemen puncak perusahaan terkemuka. Maaf lho pak, bukan sombong, cuma sharing saja.” Mantan atasannya langsung bengong dan terkagum-kagum. Mendengar cerita itu, saya menanggapinya dengan senyuman. Sudah paham dia rupanya.
Cerita yang saya pungut dari ketiga kawan di atas cukup mewakili apa yang terjadi dengan profesi trainer hari-hari ini (saat tulisan ini dibuat). Sebagian besar orang masih belum tahu bahwa trainer mulai berkembang menjadi profesi di tanah air. Berkembang dalam arti kehadirannya mulai dirasakan, meski belum cukup dipahami. Ia muncul dan menjadi subur bersamaan dengan derasnya arus pembelajaran berkelanjutan. Makin banyak perusahaan menyediakan anggaran khusus untuk proses pembelajaran pegawainya. Secara pribadipun makin banyak orang yang bersedia mengeluarkan uang dari kantong pribadinya untuk ikut seminar dan pelatihan pengembangan diri dan kompetensi.
Munculnya sejumlah nama kondang sebagai pembicara publik dan trainer di tingkat nasional telah mengangkat citra profesi yang dua dekade silam masih samar-samar terdengar. Sebut saja sejumlah nama besar seperti Hermawan Kartajaya, Handi Irawan, Gede Prama, Rhenald Kasali, Mario Teguh, RH Wiwoho, Jansen H. Sinamo, Andrie Wongso, James Gwee, Tung Desem Waringin, Anthony Dio Martin, Arvan Pradiansyah, dan sebagainya. Masing-masing membangun brand-nya sendiri, entah sebagai World Marketing Guru, Motivator No.1 Indonesia, Guru Etos Indonesia, Indonesia’s Favorite Trainer, Pelatih Sukses No.1, Pakar Perubahan, dan lain-lain. Wajah, suara, karya tulis mereka terlihat, terdengar, dan terpampang di berbagai media cetak (koran, majalah) maupun elektronik (televisi, radio, handphone, dan internet).
Melihat kiprah nama-nama besar itu dijagat nasional, mulai banyak orang muda yang kepincut untuk bisa mencantumkan namanya sebagai trainer atau pembicara publik tingkat nasional. Penampilan fisik para trainer dan pembicara publik itu umumnya mengesankan bahwa mereka memperoleh imbalan finansial yang tidak kecil atas jasa yang diberikannya. Sebagian orang menjadi sangat yakin bahwa profesi trainer dan pembicara publik telah hadir dan pantas dijadikan cita-cita bagi kaum muda Indonesia. Dengan honor bicara sangat variatif, dari sekadar pengganti uang bensin Rp 500.000,- sampai dengan Rp 70.000.000,- untuk sekali bicara antara 50 menit sampai 8 jam, profesi ini menjadi pantas untuk diperhitungkan.
Sebagai Trainer Coach yang dianggap senior oleh kawan-kawan, saya sering ditanyai orang: sesungguhnya berapa besar sih potensi penghasilan yang bisa diharapkan oleh seorang trainer atau pembicara publik pemula di Indonesia?; apa benar orang bisa menjadi miliarder dalam waktu relatif singkat melalui profesi ini?; mengapa sejumlah trainer dan pembicara publik yang cukup dikenal, rumah dan mobilnya nggak bagus-bagus amat, sementara yang lainnya benar-benar hidup berkelimpahan nampaknya?
Ketiga pertanyaan tersebut tidak memiliki jawaban yang definitif (pasti). Banyak faktor mesti dikaji dengan teliti untuk mendapatkan jawaban yang akurat. Namun bisa dikatakan bahwa antara trainer pemula dengan trainer madya, dan trainer senior memiliki rentang penghasilan yang sangat lebar. Latar belakang seorang trainer bisa amat menentukan potensi penghasilan yang akan diperolehnya. Mereka yang berlatang belakang akademis akan berbeda dengan mereka yang berlatar belakang sebagai pebisnis atau manajemen puncak perusahaan terkemuka. Mereka yang bermain di sektor privat (perusahaan) akan berbeda pula dengan mereka yang terjun ke sektor publik (media massa, BUMN, pemerintah, dan organisasi politik).
Segala macam perbedaan itu terutama terjadi karena Indonesia memang belum memiliki semacam lembaga yang punya otoritas untuk menetapkan standar honor seorang trainer dan pembicara publik. Atas kenyataan ini ada kawan-kawan yang sedang berjuang untuk membentuk asosiasi pembicara atau asosiasi trainer dan sejenisnya untuk mengatur hal semacam ini dengan meniru apa yang sudah ada di negara lain. Sementara sebagian kawan yang lain berpendapat lembaga semacam ini memang tidak diperlukan dan biarlah pasar saja yang menyeleksinya secara alamiah.
Meski tidak ada patokan baku yang bisa digunakan untuk menentukan kisaran penghasilan seorang trainer pemula, namun secara “sembrono” saya suka mengatakan profesi trainer membuka peluang untuk memiliki penghasilan dalam rentang Rp 70 juta sampai Rp 7 miliar per tahun. Angka ini tidak jauh berbeda dengan profesi lain yang juga baru hadir di Indonesia dalam satu dekade terakhir, yakni: Financial Planner. Sebab sebagian Financial Planner yang saya kenal secara pribadi memainkan peran juga sebagai trainer dalam soal perencanaan keuangan.
Bisakah seseorang menjadi miliarder secara cepat lewat profesi trainer? Ini bergantung pada “seberapa cepat” yang dimaksud. Bila cepat itu diartikan dalam hitungan hari, mungkin tidak masuk akal. Namun jika cepat itu diartikan dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun, secara umum saya asumsikan bisa walau tidak mudah. Yang paling mungkin adalah menjadi miliarder baru dengan menekuni profesi trainer selama kurang lebih 10-15 tahun.
Sependek pengetahuan saya, tidak semua trainer, yang namanya relatif terkenal sekalipun, memiliki penghasilan tahunan sampai 10 digit (miliaran). Sementara gaya hidup mereka pun sangatlah bervariasi. Ada trainer yang cukup kondang namun tidak punya rumah, meski punya uang lebih dari satu miliar di salah satu cabang Bank BCA. Dengan tekad mengumpulkan uang satu miliarnya yang pertama, trainer tersebut untuk sementara waktu memilih tinggal di rumah kontrakkan, dan menggunakan jasa transportasi umum untuk bepergian. Ada juga trainer yang punya rumah dan mobil mewah bahkan sebelum ia menekuni profesi sebagai trainer, sebab ia memiliki bisnis lain.
Akhirnya, berapapun penghasilan yang mungkin dicapai oleh seorang trainer di Indonesia, tulisan ini ingin menegaskan bahwa ia telah hadir sebagai profesi yang pantas untuk diperhitungkan.
Ada yang tertarik?
————————————————————————————————-
Catatan khusus: profesi trainer (pelatih) dan public speaker (pembicara publik) sesungguhnya tidaklah sama persis. Ada sejumlah perbedaan yang bisa dikemukakan, namun untuk kepentingan tulisan kali ini, keduanya saya anggap sama dalam arti sama-sama menawarkan jasa bicara. Saya akan membahas perbedaannya nanti dalam tulisan tersendiri.
————————————————————————————————-
Artikel ini merupakan bagian dari konsep materi yang disampaikan dalam pelatihan CARA CERDAS DAN PASTI: MENJADI TRAINER ANDALAN. Oleh Andreas Harefa.
Minggu, 26 Juli 2009
Perlombaan Maraton Kelinci dengan Kura-kura
Kelinci dan kura-kura bertanding lari maraton? Dari segala aspek, tampaknya pemenangnya sudah pasti, si kelinci!!! Pertama kelinci lincah melompat dengan keempat kakinya yang beberapa kali lebih panjang dibandingkan kaki si kura-kura. Badan kelinci ringan sedangkan sang kura-kura harus mengangkuti rumahnya yang aduhai berat. Jika bertemu halangan dan hambatan, si kelinci dengan mudah dapat melewatinya, tetapi si kura-kura harus pelan-pelan memanjat dan turun lagi di sisi yang berbeda dengan hati-hati sekali agar tidak tergelincir yang kemungkinan akan menyebabkan ia terluka.
Si kelinci yang terlalu percaya diri itu hampir ternganga ketika tantangannya diterima sang kura-kura tanpa pikir panjang. Ia hanya tersenyum misterius ketika binatang-binatang lain di hutan berusaha menasihatinya untuk tidak mengikuti perlombaan di mana ia tak punya kesempatan untuk menang.
Pada hari yang telah ditentukan, matahari di musim panas bersinar sangat garang, kedua binatang yang sangat berbeda itu pun bersiap-siap di depan garis start. Ayam jantan yang bertindak sebagai juri berkokok tiga kali, dan sang kelinci melesat maju ke depan, meninggalkan kura-kura yang baru berinsut beberapa inci. Binatang-bintang lain yang menonton di sepanjang jalur pertandingan bukannya memberi semangat, malah mencemoohkannya dungu, keras kepala dan tak tahu diri.
Sang kura-kura tidak marah diejek, dengan sabar, ia tekun merangkak, beringsut maju selangkah demi selangkah. Sementara itu sang kelinci sudah tidak tampak batang hidungnya. Sang kelinci memang sudah jauh, ia telah menempuh dua pertiga jarak yang ditentukan. Kebetulan ia melewati kebun wortel, agak lapar dan haus ia pun memutuskan untuk mencuri satu atau dua buah wortel. Ia mengendap-endap sambil menunggu kesempatan baik. Ketika sang petani berjalan ke bawah sebatang pohon untuk beristirahat, sang kelinci cepat-cepat menggali dua batang wortel yang besar-besar. Dengan rakus ia menggerogoti wortel-wortel itu.
Setelah kenyang ia tidak segera kembali ke jalur pertandingan. Huh, si kura-kura bego itu pasti masih jauh. Ah, lebih baik aku tidur sebentar! Sang kelinci merebahkan dirinya dalam sebuah lubang. Tanpa terasa ia pun tertidur dengan pulas. Ia bermimpi memenangkan perlombaan dan mendapatkan hadiah yang besar. Tiba-tiba lantai panggung di mana ia berdiri sambil menerima piala dari sang musang rubuh dengan suara keras. Si kelinci kaget. Ia terbangun dan mendapati si petani sedang mengangkat paculnya dan bersiap untuk membacok tubuhnya. Ia melompat sekuat tenaga dan secepat mungkin untuk menyelamatkan diri. Petani wortel tidak tinggal diam, ia mengejarnya. Karena harus menyelamatkan nyawanya, kelinci tak sempat memperhatikan bahwa ia telah berlari ke arah yang menjauhi garis finis.
Sementara itu sang kura-kura terus merangkak. Suatu saat perjalanannya terhalang sebatang balok kayu yang besar. Berulang kali ia berusaha merangkak ke atas dan terjatuh. Ia mengulangi hingga lima kali akhirnya ia berhasil menyeret dirinya ke atas balok tersebut. Menuruni balok kayu itu pun bukan perkara mudah. Ia harus mengerah tenaga sekuatnya untuk mencengkram balok kayu yang mulai rapuh itu agar dapat turun pelan-pelan tanpa harus terjatuh.
Dan, balok kayu itu pun bukan satu-satunya penghalang. Ia pun harus merangkak naik ke atas sebuah undukan yang ternyata merupakan sarang semut api. Tentu saja serangga-serangga itu marah teritorinya dilanggar. Dengan susah payah si kura-kura menenangkan mereka sambil meminta maaf. Dengan sikap pantang menyerah, ia meneruskan merangkak, meskipun nafasnya sudah tersengal-sengal ia bertekat tidak akan beristirahat sebelum mencapai garis finis.
Mari kita kembali kepada si kelinci. Setelah berhasil menyelamatkan diri dari amukan petani, ia kebingungan di suatu tempat yang tidak dikenalnya. Tetapi bukannya buru-buru mencari jalan untuk kembali ke jalur perlombaan, ia memilih beristirahat terlebih dahulu. Sambil berkeluh-kesah ia memijat-mijat kakinya yang pegal-pegal. Setelah hilang penat badannya baru ia mencari jalan untuk kembali ke jalur perlombaan. Seperti si kura-kura ia pun menemui balok kayu besar. Dengan pongah ia melompatinya. Ketika ia terhalang sarang semut api, bukannya permisi dengan sopan, ia malah mengobrak-abrik gundukan tanah yang telah memperlambat larinya itu. Tak ayal lagi semut api melakukan perlawanan, ratusan semut yang berprofesi sebagai tentara mengerunginya, menusukkan sengat mereka yang tajam-tajam membuat si kelinci menjerit-jerik kesakitan. Ia terpaksa berguling-guling di atas tanah untuk mengenyahkan pasukan semut itu. Tanpa ia sadari ia membuang waktu berjam-jam di sana.
Matahari mulai condong ke barat, ketika dengan tenaganya yang terakhir sang kura-kura merangkak melewati garis finis. Dengan girang ia melihat pita merah masih terpasang di tempatnya, pertanda si kelinci lawannya belum melewati garis finis. Binatang-binatang hutan lain seperti musang, beruang, monyet, landak dan sebagainya menyambut kemenangan sang kura-kura dengan tepukan gegap-gempita. Semuanya menggeleng-gelengkan kepada; tidak percaya pada kenyataan yang mereka hadapi.
Di saat makan malam dihidangkan lima belas menit kemudian, tibalah si kelinci sambil terpincang-pincang. Sepasang kelopak matanya bengkak-bengkak bekas sengatan semut.
“Aku belum kalah! Aku tak mungkin mengalah pada kura-kura! Ayo, besok kita bertanding lagi!” Si kelinci berteriak-teriak.
Sang musang mendekatinya dan sambil menepuk-nepuk pundaknya, ia berkata: “Hai, kelinci, kecepatan berlarimu tidak ditunjang perilaku yang tepat! Jika kau tidak mengubah perilakumu, kau akan kalah lagi, jangankan melawan kura-kura, melawan keong pun kau akan kalah!”
*) Erni Julia Kok, Advanced NLP Coach experience +20 Years in Business and Management.
Si kelinci yang terlalu percaya diri itu hampir ternganga ketika tantangannya diterima sang kura-kura tanpa pikir panjang. Ia hanya tersenyum misterius ketika binatang-binatang lain di hutan berusaha menasihatinya untuk tidak mengikuti perlombaan di mana ia tak punya kesempatan untuk menang.
Pada hari yang telah ditentukan, matahari di musim panas bersinar sangat garang, kedua binatang yang sangat berbeda itu pun bersiap-siap di depan garis start. Ayam jantan yang bertindak sebagai juri berkokok tiga kali, dan sang kelinci melesat maju ke depan, meninggalkan kura-kura yang baru berinsut beberapa inci. Binatang-bintang lain yang menonton di sepanjang jalur pertandingan bukannya memberi semangat, malah mencemoohkannya dungu, keras kepala dan tak tahu diri.
Sang kura-kura tidak marah diejek, dengan sabar, ia tekun merangkak, beringsut maju selangkah demi selangkah. Sementara itu sang kelinci sudah tidak tampak batang hidungnya. Sang kelinci memang sudah jauh, ia telah menempuh dua pertiga jarak yang ditentukan. Kebetulan ia melewati kebun wortel, agak lapar dan haus ia pun memutuskan untuk mencuri satu atau dua buah wortel. Ia mengendap-endap sambil menunggu kesempatan baik. Ketika sang petani berjalan ke bawah sebatang pohon untuk beristirahat, sang kelinci cepat-cepat menggali dua batang wortel yang besar-besar. Dengan rakus ia menggerogoti wortel-wortel itu.
Setelah kenyang ia tidak segera kembali ke jalur pertandingan. Huh, si kura-kura bego itu pasti masih jauh. Ah, lebih baik aku tidur sebentar! Sang kelinci merebahkan dirinya dalam sebuah lubang. Tanpa terasa ia pun tertidur dengan pulas. Ia bermimpi memenangkan perlombaan dan mendapatkan hadiah yang besar. Tiba-tiba lantai panggung di mana ia berdiri sambil menerima piala dari sang musang rubuh dengan suara keras. Si kelinci kaget. Ia terbangun dan mendapati si petani sedang mengangkat paculnya dan bersiap untuk membacok tubuhnya. Ia melompat sekuat tenaga dan secepat mungkin untuk menyelamatkan diri. Petani wortel tidak tinggal diam, ia mengejarnya. Karena harus menyelamatkan nyawanya, kelinci tak sempat memperhatikan bahwa ia telah berlari ke arah yang menjauhi garis finis.
Sementara itu sang kura-kura terus merangkak. Suatu saat perjalanannya terhalang sebatang balok kayu yang besar. Berulang kali ia berusaha merangkak ke atas dan terjatuh. Ia mengulangi hingga lima kali akhirnya ia berhasil menyeret dirinya ke atas balok tersebut. Menuruni balok kayu itu pun bukan perkara mudah. Ia harus mengerah tenaga sekuatnya untuk mencengkram balok kayu yang mulai rapuh itu agar dapat turun pelan-pelan tanpa harus terjatuh.
Dan, balok kayu itu pun bukan satu-satunya penghalang. Ia pun harus merangkak naik ke atas sebuah undukan yang ternyata merupakan sarang semut api. Tentu saja serangga-serangga itu marah teritorinya dilanggar. Dengan susah payah si kura-kura menenangkan mereka sambil meminta maaf. Dengan sikap pantang menyerah, ia meneruskan merangkak, meskipun nafasnya sudah tersengal-sengal ia bertekat tidak akan beristirahat sebelum mencapai garis finis.
Mari kita kembali kepada si kelinci. Setelah berhasil menyelamatkan diri dari amukan petani, ia kebingungan di suatu tempat yang tidak dikenalnya. Tetapi bukannya buru-buru mencari jalan untuk kembali ke jalur perlombaan, ia memilih beristirahat terlebih dahulu. Sambil berkeluh-kesah ia memijat-mijat kakinya yang pegal-pegal. Setelah hilang penat badannya baru ia mencari jalan untuk kembali ke jalur perlombaan. Seperti si kura-kura ia pun menemui balok kayu besar. Dengan pongah ia melompatinya. Ketika ia terhalang sarang semut api, bukannya permisi dengan sopan, ia malah mengobrak-abrik gundukan tanah yang telah memperlambat larinya itu. Tak ayal lagi semut api melakukan perlawanan, ratusan semut yang berprofesi sebagai tentara mengerunginya, menusukkan sengat mereka yang tajam-tajam membuat si kelinci menjerit-jerik kesakitan. Ia terpaksa berguling-guling di atas tanah untuk mengenyahkan pasukan semut itu. Tanpa ia sadari ia membuang waktu berjam-jam di sana.
Matahari mulai condong ke barat, ketika dengan tenaganya yang terakhir sang kura-kura merangkak melewati garis finis. Dengan girang ia melihat pita merah masih terpasang di tempatnya, pertanda si kelinci lawannya belum melewati garis finis. Binatang-binatang hutan lain seperti musang, beruang, monyet, landak dan sebagainya menyambut kemenangan sang kura-kura dengan tepukan gegap-gempita. Semuanya menggeleng-gelengkan kepada; tidak percaya pada kenyataan yang mereka hadapi.
Di saat makan malam dihidangkan lima belas menit kemudian, tibalah si kelinci sambil terpincang-pincang. Sepasang kelopak matanya bengkak-bengkak bekas sengatan semut.
“Aku belum kalah! Aku tak mungkin mengalah pada kura-kura! Ayo, besok kita bertanding lagi!” Si kelinci berteriak-teriak.
Sang musang mendekatinya dan sambil menepuk-nepuk pundaknya, ia berkata: “Hai, kelinci, kecepatan berlarimu tidak ditunjang perilaku yang tepat! Jika kau tidak mengubah perilakumu, kau akan kalah lagi, jangankan melawan kura-kura, melawan keong pun kau akan kalah!”
*) Erni Julia Kok, Advanced NLP Coach experience +20 Years in Business and Management.
Rabu, 22 Juli 2009
MENJADI KAUM PILIHAN
Pada setiap pertandingan kontes kecantikan, seperti Miss Indonesia, para peserta yang diundang menjadi finalis dalam acara penentuan dan pengangkatan Miss Indonesia yang baru, merupakan orang-orang pilihan. Sebab, sebelum mereka bisa tampil menjadi finalis pada acara tersebut, mereka terlebih dahulu harus menyisihkan puluhan sampai ribuan peserta lainnya dari kota di mana dia berada untuk bisa mewakili kotanya. Tentunya setelah memenangkan beberapa kali perlombaan dalam babak penyisihan.
Pada masa Alkitab Perjanjian Lama, yang menjadi kaum pilihan adalah bangsa Israel. Di mana mereka menjadi umat kesayangan Allah, sampai pada masa sekarang ini. Namun sayangnya, mereka tidak mempergunakan kesempatan tersebut untuk semakin dekat dengan Allah. Justru mereka malah menjadi penghalang bagi orang-orang dari bangsa lain untuk mengenal Allah yang benar, di dalam Yesus Kristus.
Kesempatan untuk menjadi kaum pilihan Allah yang semula hanya diperuntukkan bagi bangsa Israel, namun karena mereka menolak Yesus Kristus, maka Allah memberikan kesempatan kepada semua orang untuk bisa menjadi kaum pilihan-Nya. Bagaimana cara agar menjadi umat pilihan Allah? Yaitu dengan menjadi Kristen. Dari arti katanya, kata Kristen ini mempunyai arti "kumpulan orang-orang yang sudah dipanggil keluar dari kegelapan, dan dibawa kepada terang-Nya yang ajaib, yaitu di dalam Tuhan Yesus." Perhatikan ayat berikut: "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (I Petrus 2:9). Dengan demikian, kaum pilihan Allah tidak lagi ekslusif hanya bagi orang-orang Israel, tetapi terbuka bagi setiap orang yang mau meresponi panggilan Allah dengan positif.
Yohanes 15:16a menuliskan "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu." Kata Yunani untuk "memilih" dalam ayat tersebut dipakai kata eklegomai, yang artinya "golongan yang terpilih oleh Allah untuk keluar memperoleh keselamatan melalui Kristus." Tidak semua orang bisa menjadi kaum pilihan Allah. Mereka yang terpilih merupakan orang-orang yang sudah diacc Allah dan dianggap layak untuk mendapatkannya. Allah memilih bukan berdasarkan pada kebaikan atau pekerjaan seseorang, melainkan atas dasar anugrah, tanpa harus mengikuti perlombaan dahulu. Yang berarti bahwa seharusnya manusia itu sendiri tidak berhak memperolehnya, namun diberikan oleh Allah secara cuma-cuma sebagai hadiah. Cara untuk mendapatkannya dengan percaya dan mengaku dengan mulut kita bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Kemudian menjadikannya sebagai Tuhan dan Raja atas hidup orang tersebut. Sebutan yang pantas bagi kaum pilihan Allah adalah menjadi "anak-anak Allah" (Yohanes 1:12)
Menjadi kaum pilihan Allah tidak berarti membuat seseorang menjadi sombong dan bisa hidup semaunya sendiri. Sebab menjadi kaum pilihan Allah berarti hidup tunduk di bawah otoritas Allah. Allah-lah yang menjadi pusat penyembahan dan harus mentaati semua kehendak-Nya. Beberapa hal yang menjadi kehendak-Nya yaitu: Pertama, kita diminta untuk memberitakan kabar baik bahwa kesempatan untuk menjadi umat pilihan Allah terbuka bagi siapa saja. Asalkan orang tersebut mau membuka hatinya untuk menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Sebab panggilan untuk menjadi kaum pilihan adalah untuk mendapatkan keselamatan dari Yesus Kristus. Kedua, kita harus menjadi berkat bagi sesama. Maksudnya, bila Tuhan mempercayakan berkat jasmani lebih banyak, maka kita diminta untuk menjadi saluran berkat dalam membagikan kepada mereka yang memerlukan dan layak menerimanya. Ketiga, kita harus hidup yang menandakan bahwa kita memang adalah kaum pilihan Allah. Karena kita sudah ditarik ke luar dari kegelapan, berarti kita harus meninggalkan dosa. Tidak kompromi dan bermain-main dengan dosa. Hidup dalam terang Allah. (Sumber: Tabloid Rohani Keluarga edisi 53 tahun 2009. Penulis Pdp. Tony Tedjo, M.Th. Ketua SOW, Pendiri dan Ketua KPR, Puket III STT KHARISMA Bandung, penulis buku literature dan buku rohani. Bisa dihubungi di 0813-94401799, 08888255416 atau tony_kharis@yahoo.co.id dan penerbitagape@gmail.com)
Pada masa Alkitab Perjanjian Lama, yang menjadi kaum pilihan adalah bangsa Israel. Di mana mereka menjadi umat kesayangan Allah, sampai pada masa sekarang ini. Namun sayangnya, mereka tidak mempergunakan kesempatan tersebut untuk semakin dekat dengan Allah. Justru mereka malah menjadi penghalang bagi orang-orang dari bangsa lain untuk mengenal Allah yang benar, di dalam Yesus Kristus.
Kesempatan untuk menjadi kaum pilihan Allah yang semula hanya diperuntukkan bagi bangsa Israel, namun karena mereka menolak Yesus Kristus, maka Allah memberikan kesempatan kepada semua orang untuk bisa menjadi kaum pilihan-Nya. Bagaimana cara agar menjadi umat pilihan Allah? Yaitu dengan menjadi Kristen. Dari arti katanya, kata Kristen ini mempunyai arti "kumpulan orang-orang yang sudah dipanggil keluar dari kegelapan, dan dibawa kepada terang-Nya yang ajaib, yaitu di dalam Tuhan Yesus." Perhatikan ayat berikut: "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (I Petrus 2:9). Dengan demikian, kaum pilihan Allah tidak lagi ekslusif hanya bagi orang-orang Israel, tetapi terbuka bagi setiap orang yang mau meresponi panggilan Allah dengan positif.
Yohanes 15:16a menuliskan "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu." Kata Yunani untuk "memilih" dalam ayat tersebut dipakai kata eklegomai, yang artinya "golongan yang terpilih oleh Allah untuk keluar memperoleh keselamatan melalui Kristus." Tidak semua orang bisa menjadi kaum pilihan Allah. Mereka yang terpilih merupakan orang-orang yang sudah diacc Allah dan dianggap layak untuk mendapatkannya. Allah memilih bukan berdasarkan pada kebaikan atau pekerjaan seseorang, melainkan atas dasar anugrah, tanpa harus mengikuti perlombaan dahulu. Yang berarti bahwa seharusnya manusia itu sendiri tidak berhak memperolehnya, namun diberikan oleh Allah secara cuma-cuma sebagai hadiah. Cara untuk mendapatkannya dengan percaya dan mengaku dengan mulut kita bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Kemudian menjadikannya sebagai Tuhan dan Raja atas hidup orang tersebut. Sebutan yang pantas bagi kaum pilihan Allah adalah menjadi "anak-anak Allah" (Yohanes 1:12)
Menjadi kaum pilihan Allah tidak berarti membuat seseorang menjadi sombong dan bisa hidup semaunya sendiri. Sebab menjadi kaum pilihan Allah berarti hidup tunduk di bawah otoritas Allah. Allah-lah yang menjadi pusat penyembahan dan harus mentaati semua kehendak-Nya. Beberapa hal yang menjadi kehendak-Nya yaitu: Pertama, kita diminta untuk memberitakan kabar baik bahwa kesempatan untuk menjadi umat pilihan Allah terbuka bagi siapa saja. Asalkan orang tersebut mau membuka hatinya untuk menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Sebab panggilan untuk menjadi kaum pilihan adalah untuk mendapatkan keselamatan dari Yesus Kristus. Kedua, kita harus menjadi berkat bagi sesama. Maksudnya, bila Tuhan mempercayakan berkat jasmani lebih banyak, maka kita diminta untuk menjadi saluran berkat dalam membagikan kepada mereka yang memerlukan dan layak menerimanya. Ketiga, kita harus hidup yang menandakan bahwa kita memang adalah kaum pilihan Allah. Karena kita sudah ditarik ke luar dari kegelapan, berarti kita harus meninggalkan dosa. Tidak kompromi dan bermain-main dengan dosa. Hidup dalam terang Allah. (Sumber: Tabloid Rohani Keluarga edisi 53 tahun 2009. Penulis Pdp. Tony Tedjo, M.Th. Ketua SOW, Pendiri dan Ketua KPR, Puket III STT KHARISMA Bandung, penulis buku literature dan buku rohani. Bisa dihubungi di 0813-94401799, 08888255416 atau tony_kharis@yahoo.co.id dan penerbitagape@gmail.com)
Informasi Kegiatan SOW
Sekolah Menulis Alkitabiah (SOW)
Senin, 17 Agustus 2009
09.00-15.00 wib
Ruang Flamboyant lt. 4, Hotel Perdana Wisata
Jl. Jendral Sudirman Bandung
Materi:
Membuat Warta Jemaat Lebih Menarik
Membuat Buku
Wawancara Ala Wartawan
Manajemen Penerbitan Tabloid Rohani
Pembicara:
Pdm. Juanda, S.Sos., M.A., M.Th
(Pimred Tabloid Rohani Keluarga, Penulis Buku, Wartawan Jawa Pos)
Biaya Rp250.000
(Makalah, snack, makan, member card, sertifikat, buku Bingkai Kehidupan)
Paling lambat 14 Agustus 2009
Membayar sebelum tgl. 10 Agustus 2009 diskon 30%.
Pendaftaran: Tony (081394401799); Johny (08159084979; Anggi (022-91898699)
WORKSHOP MENULIS BUKU
“6 Jam yang Mengubahkan”
Dapatkan tips praktis untuk menjadi penulis buku laris. Disertai pelatihan dan tutotial.
Sabtu, 26 September 2009
09.00-15.00 WIB
Hotel Perdana Wisata Bandung
Bersama Tony Tedjo (Ketua SOW, penulis buku, pengajar, motivator)
Biaya peserta: Rp250.000
(Makalah, snack, makan, sertifikat, buku Bingkai Kehidupan)
GRATIS tutorial selama 12 hari setelahnya
Pendaftaran paling lambat 22 September 2009
Pendaftaran: Tony (081394401799);
Anggi (022-91898699); Johny (08159084979)
Senin, 17 Agustus 2009
09.00-15.00 wib
Ruang Flamboyant lt. 4, Hotel Perdana Wisata
Jl. Jendral Sudirman Bandung
Materi:
Membuat Warta Jemaat Lebih Menarik
Membuat Buku
Wawancara Ala Wartawan
Manajemen Penerbitan Tabloid Rohani
Pembicara:
Pdm. Juanda, S.Sos., M.A., M.Th
(Pimred Tabloid Rohani Keluarga, Penulis Buku, Wartawan Jawa Pos)
Biaya Rp250.000
(Makalah, snack, makan, member card, sertifikat, buku Bingkai Kehidupan)
Paling lambat 14 Agustus 2009
Membayar sebelum tgl. 10 Agustus 2009 diskon 30%.
Pendaftaran: Tony (081394401799); Johny (08159084979; Anggi (022-91898699)
WORKSHOP MENULIS BUKU
“6 Jam yang Mengubahkan”
Dapatkan tips praktis untuk menjadi penulis buku laris. Disertai pelatihan dan tutotial.
Sabtu, 26 September 2009
09.00-15.00 WIB
Hotel Perdana Wisata Bandung
Bersama Tony Tedjo (Ketua SOW, penulis buku, pengajar, motivator)
Biaya peserta: Rp250.000
(Makalah, snack, makan, sertifikat, buku Bingkai Kehidupan)
GRATIS tutorial selama 12 hari setelahnya
Pendaftaran paling lambat 22 September 2009
Pendaftaran: Tony (081394401799);
Anggi (022-91898699); Johny (08159084979)
Selasa, 21 Juli 2009
Pengantar SOW ke-3
Syalom, selamat bergabung dalam komunitas kami di Sekolah Menulis Alkitabiah atau School Of Writing (SOW). Tindakan Anda untuk bergabung dengan kami sangatlah tepat. Karena di tempat inilah Anda akan dibimbing untuk bisa mengangkat bakat terpendam dalam bidang penulisan. Dan mengembangkan bakat tersebut agar lebih maksimal dan efektif.
Sebelum lebih jauh membahas mengenai tulisan. Ada baiknya kita perlu mengetahui alasan mengapa kita perlu menulis? Pertama, menulis merupakan salah satu cara Allah berfirman kepada manusia (Ayub 33:14). Itulah sebabnya Allah menyuruh para hamba-Nya, baik para Nabi maupun para Rasul untuk menuliskan pesan-Nya untuk disampaikan kepada manusia. Dan melalui pesan tertulis ini pula, kita sampaikan pesan-Nya Allah tersebut untuk disebarluaskan kepada banyak orang tentang siapa Allah sebenarnya. Kedua, menulis memberitakan Kabar Baik (Injil) sesuai Amanat Agung dalam Matius 28:19-20, supaya banyak orang bisa mendengar berita Injil melalui tulisan, baik yang ditulis berupa buku (kertas), elektronik (email, blog, website, dsb.). Ketiga, menulis meninggalkan karya yang berharga meski kita sudah tiada. Peninggalan dalam bentuk karya tulis (dianjurkan dalam bentuk buku) inilah yang akan selalu dikenang orang. Keempat, menulis menuangkan seluruh isi hati ke dalam tulisan. Bila ada kekesalan hati atau perasaan hati tertentu, dapat diungkapkan dalam tulisan. Kelima, menulis menambah pemasukan. Dengan karya tulis yang kita kirimkan ke majalah atau penerbit buku, maka apabila naskah tersebut dimuat akan mendapatkan honor atau royalti. Keenam, menulis menambah nilai integritas kita di hadapan banyak orang. Ketujuh, menulis mengasah otak supaya tidak cepat tua dan pikun. Kedelapan, menulis membuat orang yang membacanya menjadi pandai.
Suatu ungkapan berbunyi verba volent, scripta manent artinya kata-kata terbang hilang, sementara tulisan menetap permanen. Maksudnya bahwa tulisan itu sangat penting, dia mampu bertahan lama hingga ratusan tahun, bahkan ribuan tahun lamanya. Meski si pembuat tulisan sudah lama tiada, namun tulisannya terus-terus masih dibaca banyak orang dan memberkati banyak orang.
Dalam SOW angkatan ke-3 ini Anda akan diajari delapan topik pembahanan, yaitu:
1.Mengembangkan Ide Menjadi Tulisan
2.Mengatasi Hambatan Menulis
3.Menulis Renungan Harian
4.Menulis Profile atau Tokoh
5.Menulis Buku
6.Membuat Warta Jemaat Lebih Menarik
7.Wawancara Ala Wartawan
8.Manajemen Penerbitan Tabloid Rohani “Keluarga”
Dengan para pengajar, yaitu: Pdp. Tony Tedjo, M.Th, Johny Tedjo, S.Th dan Pdm. Juanda, S.Sos., MA., M.Th.
Pastikan untuk mengikuti setiap sessionnya dengan baik dan aktif. Mengingat waktu yang sangat singkat, selain dibagikan tips-tips singkatnya, juga akan ada praktek membuat sebuah artikel atau tulisan, yang hasilnya akan dipublikasikan berbentuk majalah atau koran, maupun kepada penerbit lain. Selamat menikmati session demi session dengan baik. Tuhan Yesus memberkati.
Salam dahsyat penulis
Pdp. Tony Tedjo, M.Th
Sebelum lebih jauh membahas mengenai tulisan. Ada baiknya kita perlu mengetahui alasan mengapa kita perlu menulis? Pertama, menulis merupakan salah satu cara Allah berfirman kepada manusia (Ayub 33:14). Itulah sebabnya Allah menyuruh para hamba-Nya, baik para Nabi maupun para Rasul untuk menuliskan pesan-Nya untuk disampaikan kepada manusia. Dan melalui pesan tertulis ini pula, kita sampaikan pesan-Nya Allah tersebut untuk disebarluaskan kepada banyak orang tentang siapa Allah sebenarnya. Kedua, menulis memberitakan Kabar Baik (Injil) sesuai Amanat Agung dalam Matius 28:19-20, supaya banyak orang bisa mendengar berita Injil melalui tulisan, baik yang ditulis berupa buku (kertas), elektronik (email, blog, website, dsb.). Ketiga, menulis meninggalkan karya yang berharga meski kita sudah tiada. Peninggalan dalam bentuk karya tulis (dianjurkan dalam bentuk buku) inilah yang akan selalu dikenang orang. Keempat, menulis menuangkan seluruh isi hati ke dalam tulisan. Bila ada kekesalan hati atau perasaan hati tertentu, dapat diungkapkan dalam tulisan. Kelima, menulis menambah pemasukan. Dengan karya tulis yang kita kirimkan ke majalah atau penerbit buku, maka apabila naskah tersebut dimuat akan mendapatkan honor atau royalti. Keenam, menulis menambah nilai integritas kita di hadapan banyak orang. Ketujuh, menulis mengasah otak supaya tidak cepat tua dan pikun. Kedelapan, menulis membuat orang yang membacanya menjadi pandai.
Suatu ungkapan berbunyi verba volent, scripta manent artinya kata-kata terbang hilang, sementara tulisan menetap permanen. Maksudnya bahwa tulisan itu sangat penting, dia mampu bertahan lama hingga ratusan tahun, bahkan ribuan tahun lamanya. Meski si pembuat tulisan sudah lama tiada, namun tulisannya terus-terus masih dibaca banyak orang dan memberkati banyak orang.
Dalam SOW angkatan ke-3 ini Anda akan diajari delapan topik pembahanan, yaitu:
1.Mengembangkan Ide Menjadi Tulisan
2.Mengatasi Hambatan Menulis
3.Menulis Renungan Harian
4.Menulis Profile atau Tokoh
5.Menulis Buku
6.Membuat Warta Jemaat Lebih Menarik
7.Wawancara Ala Wartawan
8.Manajemen Penerbitan Tabloid Rohani “Keluarga”
Dengan para pengajar, yaitu: Pdp. Tony Tedjo, M.Th, Johny Tedjo, S.Th dan Pdm. Juanda, S.Sos., MA., M.Th.
Pastikan untuk mengikuti setiap sessionnya dengan baik dan aktif. Mengingat waktu yang sangat singkat, selain dibagikan tips-tips singkatnya, juga akan ada praktek membuat sebuah artikel atau tulisan, yang hasilnya akan dipublikasikan berbentuk majalah atau koran, maupun kepada penerbit lain. Selamat menikmati session demi session dengan baik. Tuhan Yesus memberkati.
Salam dahsyat penulis
Pdp. Tony Tedjo, M.Th
Mengembangkan Ide Menjadi Tulisan
Sekolah Menulis Alkitabiah (SOW) angkatan ke-3 diadakah 2x pertemuan, yakni tgl. 20 Juli dan 17 Agustus 2009 berlangsung di Hotel Perdana Wisata lt. 4 Ruang Flamboyant Bandung. Pada pertemuan pertama, tgl. 20 Juli, salah satu materi yang disampaikan adalah “Mengembangkan Ide Menjadi Tulisan”. Dalam sessi ini setiap penulis diminta membuat sebuah tulisan berdasarkan ide yang muncul dibenaknya.
Berikut ini merupakan beberapa tulisan mereka, sebagai berikut:
1. Bohong itu Merusak karya Bp. Abraham O S
Seperti kita ketahui bersama, bahwa beredar pernyataan-pernyataan yang dianggap sebagai kebenaran di masyarakat. Seperti ada anggapan bahwa jangan mau masuk gereja, nanti dimintai uang. Atau jangan mendalami firman Tuhan terlalu dalam, nanti jadi orang bingung. Atau ada anggapan bahwa kulit putih itu cantik dan sebagainya. Jadi menurut hemat saya anggapan itu beredar dengan sendirinya di masyarakat tanpa ada bukti yang otentik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara alkitabiah.
Dan wanita-wanita akan berlomba untuk jadi putih karena anggapan tadi itu. Biaya yang mahal dan lama kalau seandainya wanita tersebut lahir di Indonesia bagian Timur. Misalnya wanita yang berkulit gelap akan tertekan dan depresi. Padahal kebenarannya bukan begitu. Kecantikan harus dari dalam ke luar, bukan hanya luarnya saja.
2.Loudspeaker Portable karya Sdri. Lindawati Soelistio.
Pernahkah saudara-saudari berpikir untuk menciptakan suatu loudspeaker? Sebenarnya kita bisa membuat tanpa perlu mengetahui soal circuitboard atau ilmu elektronik apapun. Yang saya maksudkan ialah bagaimana tulisan kita sesungguhnya adalah loudspeaker portable yang kita ciptakan tanpa disadari. Tulisan atau karangan memang suatu sarana yang bisa mengungkapkan isi hati atau ide dalam pikiran seseorang dengan cukup efektif. Ibarat suatu loadspeaker yang dapat dibawa ke mana-mana. Kegiatan ini merupakan aktivitas yang lumayan sederhana dalam mencipta sesuatu karya yang nyata dari hal yang abstrak atau tidak terlihat oleh mata. Modal yang diperlukan pun sebenarnya tidak mahal, hanya sebuah pena dan kertas atau wadah yang bisa dipakai untuk menulis.
Boleh dibilang kalau suatu tulisan juga berupan sebuah loadspeaker portable yang melampaui batas ruang atau wilayah. Apalagi dengan kemajuan teknologi di masa sekarang ini. Sungguh mudah untuk seseorang menyampaikan idenya kepada pembaca yang ada di belahan dunia yang lain dalam hitungan detik, tanpa biaya atau dengan biaya yang sangat minimal.
Bagaimanakah caranya? Pembaca tentu sangat familiar dengan metode ini. Ya, dengan memakai fasilitas internet misalnya. Belakangan ini tanpa disadari, sesungguhnya beribu “suara” sedang lalu lalang di antara kita dan antara negara mengenai topik tertentu, melalui blog, facebook, dsb.
Oleh karenya mari kita terus menuangkan isi pikiran atau visi kita tanpa ragu melalui tulisan. Karena kita bisa mempengaruhi atau membawa impact yang luar biasa terhadap banyak orang, bahkan yang tidak dikenal.
3.Mengejar Mimpi karya Ivone Chow
Setiap orang mempunyai mimpi. Mimpi merupakan sesuatu atau banyak hal yang ingin dicapainya dalam hidup ini. Mimpi setiap orang berbeda-beda, karena tiap orang itu unik. Tuhan menaruh mimpi dalam hati setiap orang untuk dikejarnya, karena Tuhan mempunyai maksud dan tujuan untuk setiap kita. Seperti dalam cerita seorang tuan yang memberi tiga hambanya uang dalam jumlah yang berbeda, untuk dilipatgandakan. Hamba pertama, diberi lima koin, yang kedua diberi tiga koin, dan yang terakhir diberi satu koin. Tuhan menginginkan agar kita bertindak seperti hamba yang pertama dan kedua, yang melipatgandakan apa yang diberikan kepadanya. Tidak seperti hamba yang terakhir yang tidak melakukan apapun.
Setiap orang dikaruniai talenta, dan Tuhan memperlengkapi talenta itu dengan mimpi dan hasrat untuk mencapainya, sebagai bahan bakar kita. Satisfaction atau kepuasan adalah apa yang kita dapatkan dalam proses mengejar mimpi kita. Proses merupakan kata kunci, karena seperti halnya kesuksesan akan mengikuti. Proses lebih penting daripada hasil akhir, karena apabila kita enjoy prosesnya, didukung dengan doa, kesuksesan akan mengikuti. Dalam mengejar mimpi, diharapkan kita bisa make a difference atau membuat perbedaan dalam kehidupan ini.
4.Masalah adalah alat untuk membentuk kita karya Desi Widi
Tanpa kita sadari, masalah yang ada di dalam hidup kita merupakan alat yang ampuh untuk membentuk kita. Masalah membuat kita menjadi seorang yang dewasa. Tanpa masalah, kita tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Karena banyak orang dengan adanya masalah mulai mendekat kepada Tuhan. Masalah adalah alat untuk membentuk kita, dengan masalah biasanya mulai mengandalkan Tuhan. Seperti kesesakan, menimbulkan ketekunan. Begitulah masalah juga dapat membuat kita menjadi seorang yang tahan uji. Semakin besar masalah itu, membuat kita menjadi semakin kuat.
5.Harapan Menjadi Penulis karya Monica
Ada sejuta harapan yang tersirat di setiap insan. Entah harapan-harapan itu dapat dicapai dengan waktu singkat, ataupun tertatih-tatih menggapainya. Di sini, berkumpullan beberapa pribadi dengan satu harapan yang sama, menjadi penulis handal. Tatkala kami mengutarakan keinginan hati, saya merasa ada sebuah kesatuan masa depan. Berharap menjadi penulis handal, itulah yang tertuang dari setiap pertanyaan yang diutarakan.
Sekumpulan manusia ini sedang berjuang menggapai mimpi. Di mana apabila mimpi bertemu dengan peluang dan kesiapan, tercapailah sukses. Selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah canda tawa. Ada waktu, dana, emosi yang harus dipertaruhkan. Itulah yang kami lakukan di sini. Buktinya, sejak pukul 9 pagi hingga 3 sore nanti, kami menyediakan diri untuk duduk diam mempelajari materi menulis. Ya, semuanya semata-mata untuk meraih masa depan sesuai harapan.
Baik, bukan hal mudah untuk menjadi penulis. Terlebih saat kata hati kita tidak dapat bekerjasama dengan lazimnya kebutuhan dari masyarakat. Oleh karena itu, kami di sini berusaha mengasah kemampuan yang terpendam dibalik angan-angan. Sekiranya ada hasil dibalik harapan tiap pribadi yang haus akan didikan ini.
Berikut ini merupakan beberapa tulisan mereka, sebagai berikut:
1. Bohong itu Merusak karya Bp. Abraham O S
Seperti kita ketahui bersama, bahwa beredar pernyataan-pernyataan yang dianggap sebagai kebenaran di masyarakat. Seperti ada anggapan bahwa jangan mau masuk gereja, nanti dimintai uang. Atau jangan mendalami firman Tuhan terlalu dalam, nanti jadi orang bingung. Atau ada anggapan bahwa kulit putih itu cantik dan sebagainya. Jadi menurut hemat saya anggapan itu beredar dengan sendirinya di masyarakat tanpa ada bukti yang otentik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara alkitabiah.
Dan wanita-wanita akan berlomba untuk jadi putih karena anggapan tadi itu. Biaya yang mahal dan lama kalau seandainya wanita tersebut lahir di Indonesia bagian Timur. Misalnya wanita yang berkulit gelap akan tertekan dan depresi. Padahal kebenarannya bukan begitu. Kecantikan harus dari dalam ke luar, bukan hanya luarnya saja.
2.Loudspeaker Portable karya Sdri. Lindawati Soelistio.
Pernahkah saudara-saudari berpikir untuk menciptakan suatu loudspeaker? Sebenarnya kita bisa membuat tanpa perlu mengetahui soal circuitboard atau ilmu elektronik apapun. Yang saya maksudkan ialah bagaimana tulisan kita sesungguhnya adalah loudspeaker portable yang kita ciptakan tanpa disadari. Tulisan atau karangan memang suatu sarana yang bisa mengungkapkan isi hati atau ide dalam pikiran seseorang dengan cukup efektif. Ibarat suatu loadspeaker yang dapat dibawa ke mana-mana. Kegiatan ini merupakan aktivitas yang lumayan sederhana dalam mencipta sesuatu karya yang nyata dari hal yang abstrak atau tidak terlihat oleh mata. Modal yang diperlukan pun sebenarnya tidak mahal, hanya sebuah pena dan kertas atau wadah yang bisa dipakai untuk menulis.
Boleh dibilang kalau suatu tulisan juga berupan sebuah loadspeaker portable yang melampaui batas ruang atau wilayah. Apalagi dengan kemajuan teknologi di masa sekarang ini. Sungguh mudah untuk seseorang menyampaikan idenya kepada pembaca yang ada di belahan dunia yang lain dalam hitungan detik, tanpa biaya atau dengan biaya yang sangat minimal.
Bagaimanakah caranya? Pembaca tentu sangat familiar dengan metode ini. Ya, dengan memakai fasilitas internet misalnya. Belakangan ini tanpa disadari, sesungguhnya beribu “suara” sedang lalu lalang di antara kita dan antara negara mengenai topik tertentu, melalui blog, facebook, dsb.
Oleh karenya mari kita terus menuangkan isi pikiran atau visi kita tanpa ragu melalui tulisan. Karena kita bisa mempengaruhi atau membawa impact yang luar biasa terhadap banyak orang, bahkan yang tidak dikenal.
3.Mengejar Mimpi karya Ivone Chow
Setiap orang mempunyai mimpi. Mimpi merupakan sesuatu atau banyak hal yang ingin dicapainya dalam hidup ini. Mimpi setiap orang berbeda-beda, karena tiap orang itu unik. Tuhan menaruh mimpi dalam hati setiap orang untuk dikejarnya, karena Tuhan mempunyai maksud dan tujuan untuk setiap kita. Seperti dalam cerita seorang tuan yang memberi tiga hambanya uang dalam jumlah yang berbeda, untuk dilipatgandakan. Hamba pertama, diberi lima koin, yang kedua diberi tiga koin, dan yang terakhir diberi satu koin. Tuhan menginginkan agar kita bertindak seperti hamba yang pertama dan kedua, yang melipatgandakan apa yang diberikan kepadanya. Tidak seperti hamba yang terakhir yang tidak melakukan apapun.
Setiap orang dikaruniai talenta, dan Tuhan memperlengkapi talenta itu dengan mimpi dan hasrat untuk mencapainya, sebagai bahan bakar kita. Satisfaction atau kepuasan adalah apa yang kita dapatkan dalam proses mengejar mimpi kita. Proses merupakan kata kunci, karena seperti halnya kesuksesan akan mengikuti. Proses lebih penting daripada hasil akhir, karena apabila kita enjoy prosesnya, didukung dengan doa, kesuksesan akan mengikuti. Dalam mengejar mimpi, diharapkan kita bisa make a difference atau membuat perbedaan dalam kehidupan ini.
4.Masalah adalah alat untuk membentuk kita karya Desi Widi
Tanpa kita sadari, masalah yang ada di dalam hidup kita merupakan alat yang ampuh untuk membentuk kita. Masalah membuat kita menjadi seorang yang dewasa. Tanpa masalah, kita tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Karena banyak orang dengan adanya masalah mulai mendekat kepada Tuhan. Masalah adalah alat untuk membentuk kita, dengan masalah biasanya mulai mengandalkan Tuhan. Seperti kesesakan, menimbulkan ketekunan. Begitulah masalah juga dapat membuat kita menjadi seorang yang tahan uji. Semakin besar masalah itu, membuat kita menjadi semakin kuat.
5.Harapan Menjadi Penulis karya Monica
Ada sejuta harapan yang tersirat di setiap insan. Entah harapan-harapan itu dapat dicapai dengan waktu singkat, ataupun tertatih-tatih menggapainya. Di sini, berkumpullan beberapa pribadi dengan satu harapan yang sama, menjadi penulis handal. Tatkala kami mengutarakan keinginan hati, saya merasa ada sebuah kesatuan masa depan. Berharap menjadi penulis handal, itulah yang tertuang dari setiap pertanyaan yang diutarakan.
Sekumpulan manusia ini sedang berjuang menggapai mimpi. Di mana apabila mimpi bertemu dengan peluang dan kesiapan, tercapailah sukses. Selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah canda tawa. Ada waktu, dana, emosi yang harus dipertaruhkan. Itulah yang kami lakukan di sini. Buktinya, sejak pukul 9 pagi hingga 3 sore nanti, kami menyediakan diri untuk duduk diam mempelajari materi menulis. Ya, semuanya semata-mata untuk meraih masa depan sesuai harapan.
Baik, bukan hal mudah untuk menjadi penulis. Terlebih saat kata hati kita tidak dapat bekerjasama dengan lazimnya kebutuhan dari masyarakat. Oleh karena itu, kami di sini berusaha mengasah kemampuan yang terpendam dibalik angan-angan. Sekiranya ada hasil dibalik harapan tiap pribadi yang haus akan didikan ini.
MENULIS RENUNGAN HARIAN
Bagi para penulis pemula, model penulisan yang sangat mudah ialah menulis renungan harian. Oleh karenanya, dianjurkan sebagai latihan dalam membuat artikel, pertama kali adalah membuat renungan harian. Sebab tulisan yang dibuat tingkat kesulitannya tidak terlalu sulit, hanya berdasarkan pada perenungan yang didapat dari hasil pembacaan Alkitab pribadi.
Ada banyak sekali penerbit renungan harian yang menerbitkan buku renungan dengan berbagai variasi isi (gambar, humor, kata-kata bijak, dsb), jadwal terbit (bulanan, dwi-bulanan,dsb), maupun bentuk penulisannya, seperti RAJAWALI, NILAI KEHIDUPAN, WANITA, WASIAT, MANA SORGAWI, RENUNGAN HARIAN, CULDESAC, dll. Oleh karenanya, seorang penulis renungan, apabila hendak mengirimkan naskah renungannya kepada sebuah penerbit renungan harian, perlu mengetahui ciri khas dari buku renungan yang dibuat tersebut.
Apabila kita mau mengikuti semua persyaratan dari para penerbit tersebut, bisa dibuat pusing. Tetapi jangan kuatir, sebab kita bisa membuat patokan yang menjadi standar dari sebuah renungan harian. Namun sebelum melangkah ke sana, ada baiknya kita memperhatikan hal berikut ini:
1. APA? (What?)
Menulis renungan merupakan bagian tersendiri, dan termasuk dalam rumpun penulisan popular, karena ditulis dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Sehingga setiap orang, dari berbagai lapisan usia (anak-anak hingga lansia) menyukai buku renungan untuk dijadikan sebagai bahan saat teduh pribadi mereka.
Dari arti katanya “renungan” mengandung arti “hasil dari merenung,” sedangkan arti “merenung” sendiri adalah “diam memikirkan sesuatu”. Jadi, dengan demikian, menulis renungan berarti menuliskan hasil dari apa yang sudah direnungkan ke dalam sebuah tulisan yang jelas dan mudah dimengerti oleh pembacanya.
Dalam menulis renungan, penulis berbagi iman dari pengalaman rohaninya bersama dengan Tuhan setelah membaca Alkitab, kepada pembaca. Penulis renungan tidak sedang menggurui atau memaksakan suatu kehendak agar dituruti oleh pembacanya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menguatkan, mengoreksi, menasehati, menghibur, maupun memberikan pengetahuan baru dari pembacaan firman Tuhan yang sudah diperoleh penulis kepada pembaca. Fokus utamanya adalah membawa pembaca kepada Kristus (Kristosentris), sebagai Pribadi yang menyelamatkan dan memberikan pertolongan. Selain itu, pembaca juga diajak untuk memperaktekkan firman Tuhan yang tercatat dalam Alkitab. Sebab hanya Alkitablah yang dijadikan sebagai sumber utama dalam penulisan renungan, sumber lain hanyalah sebagai penunjang saja.
2. SIAPA? (Who?)
Pada bagian “who atau siapa” ini ada dua hal yang harus diperhatikan: Pertama, diri si penulis itu sendiri. Kedua, pembacanya. Sebagai penulisan di bidang rohani, sudah tentu penulisannya pun haruslah seorang Kristen yang memiliki rohani baik, dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut:
1. Telah lahir baru. Menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, serta yakin terhadap keselamatan dirinya.
2. Memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan melalui jam-jam doa yang teratur, pembacaan Alkitab yang teratur, dan beribadah dengan teratur pula.
3. Punya pemahaman yang benar dan baik mengenai isi firman Allah. Hal ini penting untuk diperhatikan, supaya menghindari bahaya penyesatan akibat salah menafsirkan ayat firman Tuhan.
4. Memiliki hati yang mengasihi jiwa-jiwa yang belum diselamatkan atau rindu untuk memberikan motivasi kepada mereka mengalami kemunduran rohani.
5. Mempunyai bakat, dan ketrampilan untuk menulis.
6. Memahami penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dengan baik dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik pula.
7. Bersikap terbuka terhadap saran dan kritikan membangun yang ditujukan kepadanya.
Jika kriteria di atas diperuntukkan bagi si penulis (writer), maka perlu juga memperhatikan pada diri si pembacanya (reader). Pembaca bisa digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu:
1. Segi usia. Berapa sasaran usia pembaca kita: Tua, muda, remaja, anak-anak, atau keluarga.
2. Segi pendidikan. Bagaimana tingkat pendidikannya, apakah pendidikannya SD, SMP, SMA, atau Perguruan Tinggi. Apakah juga untuk sekuler atau kalangan mahasiswa teologi.
3. Segi denominasi gereja. Ditujukan bagi kalangan denominasi gereja mana, apakah Kharismatik, Pentakosta, Injili, Reform, Bala Keselamatan, Baptis, atau interdenominasi (untuk semua kalangan). Apabila ditujukan bagi kalangan interdenominasi, maka hal yang harus diperhatikan adalah tidak boleh menyinggung doktrin, seperti Baptisan, Keselamatan bisa hilang atau tidak, dsb.
4. Segi gaya bahasa. Meski gaya bahasa yang dipergunakan adalah gaya bahasa popular, namun kita perlu juga memperhatikan gaya bahasa mana yang cocok dipergunakan pada pembaca kita. Tentunya berkaitan dengan tingkat usia atau pendidikan. Misalnya, bagi kalangan pemuda atau pelajar, tentunya gaya bahasa yang dipakai bisa dengan mempergunakan bahasa yang gaul. Lain halnya bila ditujukan bagi orangtua atau lansia, tentunya gaya bahasa yang dipakai haruslah yang sederhana dan mudah dimengerti, tanpa memakai bahasa asing yang bisa membuat pusing mereka.
3. BAGAIMANA? (Why?)
Meski terlihat mudah, namun kita tidak dengan seenaknya membuat tulisan renungan. Kita tetap harus memperhatikan beberapa hal berikut, yaitu:
1. Tulisan renungan biasanya terdiri dari tiga bagian yang masing-masing bagian berkisar antara 3 hingga 4 praragraf. Bagian-bagian tersebut yaitu: Pembukaan, Isi dan Penutup. Bagian pembukaan dibuat sebagai pengantara sebelum pembaca dihantarkan kepada pembahasan yang akan dibahas. Baisanya berupa ilustrasi, kesaksian, atau latar belakang dari perikop ayat yang diangkat. Panjangnya berkisar sepertiga bagian dari keseluruhan tulisan renungan. Pada bagian isi inilah semua pemaparan penulis dipaparkan berkaitan dengan ayat yang diangkat, judul, dan dengan bagian pembuka tadi. Isinya biasanya lebih panjang sedikit dibandingkan bagian pembukaan. Sedangkan bagian akhir tulisan, merupakan kalimat penutup yang berisi ajakan, himbauan, dukungan kepada pembaca untuk mentaati atau menjauhi hal yang dimaksud dalam pembahasan tulisan renungan tersebut. Dengan kata lain bagian akhir ini merupakan penutup dari renungan kita.
2. Faktor koherensi dan konsistensi. Kedua faktor ini harus diperhatikan dengan baik, sebab bila tidak akan membuat tulisan kita ngawur. Koherensi memiliki arti “utuh menyeluruh, tidak terpecah.” Sedangkan konsistensi berarti “kesinambungan.” Dengan demikian, tulisan renungan kita haruslah utuh menyeluruh dan berkesinambungan, tidak terputus ceritanya. Dari awal sampai akhir nyambung.
3. Faktor pendukung. Ada beberapa faktor pendukung yang terdapat dalam tulisan renungan, yakni: a) Judul. Buatlah judul semenarik mungkin, sehingga orang menjadi tertarik untuk membacanya. Panjang judul berkisar 2-4 kata, lebih dari itu kurang baik. b) Ayat pembacaan. Diambil satu ayat dari satu perikop yang akan dibahas. c) Ayat pendukung. Bisa diambil dari perikop yang sedang dibahas atau dari Kitab lain. Asalkan ayat yang diambil tepat dan sesuai dengan pembahasan tulisan renungan kita. d) Pelengkap lain, seperti: pokok doa, pembacaan Alkitab setahun, kata-kata mutiara, refleksi kehidupan, humor, dll.
4. Faktor tepat sasaran. Tulisan yang dibuat haruslah memiliki sasaran yang jelas. Misalnya: Agar pembaca bertobat dari dosa-dosanya, menerima anugerah keselamatan, atau menguatkan iman.
4. JENISNYA
Dalam tulisan renungan, berdasarkan sifatnya bisa dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Informasi. Tulisan yang disampaikan penuh dengan informasi seputar perkembangan pekerjaan Tuhan di dunia maupun berupa pemaparan siingkat dari topik (perikop) yang sedang dibahas.
b. Teguran. Isinya menyangkut teguran terhadap pelanggaran (dosa) yang mungkin telah diperbuat oleh pembaca. Misalnya: Perpuluhan, perzinahan, dan sebagainya.
c. Penghiburan. Untuk menghibur hati pembaca yang sedang risau dan gundah gulana. Sehingga si pembaca merasa terhibur dan fresh kembali.
d. Motivasi. Membagikan semangat baru kepada pemabca, agar bangkit dari kegagalan dan tidak mengulangi tindakan salah yang pernah dilakukan.
Contoh sebuah tulisan renungan diambil dari e-Renungan Harian, tgl. 15 Juli 2009
Bacaan : Rut 1
Setahun : Yesaya 25-27
Nats : “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan
tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ
jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku
bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku”
(Rut 1:16).
Judul: SETIA DALAM KEKOSONGAN
"Ada uang abang disayang, tidak ada uang abang ditendang." Inilah
sebuah ungkapan yang menyatakan ketidaksetiaan. Tak mudah memang
untuk setia, apalagi jika kesetiaan tidak hanya untuk diucapkan, tetapi perlu dibuktikan.
Ada tiga penguji kesetiaan. Pertama, waktu. Seberapa lama kita bisa setia? Kedua, jarak. Kita bisa setia saat dekat, tetapi bagaimana jika kita terpisah jauh? Ketiga, keadaan. Kalau lagi senang kita akan setia, tetapi bagaimana jika dalam keadaan yang sulit.
Rut adalah seorang yang setia. Waktu Naomi dan keluarganya baru datang ke Moab, mereka adalah keluarga yang memiliki harta. Jadi, boleh dikatakan Rut menikah dengan anak dari keluarga yang lumayan berada-Alkitab tidak menyebut berapa banyak kekayaan Naomi, tetapi ada pernyataan bahwa Naomi "pergi dengan tangan penuh" (1:21). Akan tetapi, setelah Elimelekh dan kedua anaknya meninggal dunia, Naomi jatuh miskin "tetapi dengan tangan kosong Tuhan memulangkan aku". Di sinilah kesetiaan Rut diuji dan ia berhasil. Rut tidak meninggalkan Naomi dalam “kekosongannya.”
Mudah sekali untuk setia kepada orang yang banyak harta benda dan tinggi kedudukan. Sebaliknya, sulit sekali untuk setia kepada orang yang sedang jatuh atau tidak punya apa-apa lagi. Rut bisa tetap setia karena dasar kesetiaannya adalah kasih, bukan harta. Oleh sebab itu,jikalau kita mau menjadi orang yang setia, baik kepada istri atau suami, pelayanan, bahkan kepada Tuhan, kita harus mengubah dasar kesetiaan kita. Biarlah kasih yang selalu menjadi alasan mengapa kita setia -RY
JANGAN BIARKAN KESETIAAN KITA DITENTUKAN OLEH HARTA TETAPI TENTUKANLAH KESETIAAN KITA OLEH KASIH
(sumber: bahan SOW angkatan ke-3, oleh Tony Tedjo. Bisa dihubungi di 081394401799 atau tony_kharis@yahoo.co.id)
Ada banyak sekali penerbit renungan harian yang menerbitkan buku renungan dengan berbagai variasi isi (gambar, humor, kata-kata bijak, dsb), jadwal terbit (bulanan, dwi-bulanan,dsb), maupun bentuk penulisannya, seperti RAJAWALI, NILAI KEHIDUPAN, WANITA, WASIAT, MANA SORGAWI, RENUNGAN HARIAN, CULDESAC, dll. Oleh karenanya, seorang penulis renungan, apabila hendak mengirimkan naskah renungannya kepada sebuah penerbit renungan harian, perlu mengetahui ciri khas dari buku renungan yang dibuat tersebut.
Apabila kita mau mengikuti semua persyaratan dari para penerbit tersebut, bisa dibuat pusing. Tetapi jangan kuatir, sebab kita bisa membuat patokan yang menjadi standar dari sebuah renungan harian. Namun sebelum melangkah ke sana, ada baiknya kita memperhatikan hal berikut ini:
1. APA? (What?)
Menulis renungan merupakan bagian tersendiri, dan termasuk dalam rumpun penulisan popular, karena ditulis dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Sehingga setiap orang, dari berbagai lapisan usia (anak-anak hingga lansia) menyukai buku renungan untuk dijadikan sebagai bahan saat teduh pribadi mereka.
Dari arti katanya “renungan” mengandung arti “hasil dari merenung,” sedangkan arti “merenung” sendiri adalah “diam memikirkan sesuatu”. Jadi, dengan demikian, menulis renungan berarti menuliskan hasil dari apa yang sudah direnungkan ke dalam sebuah tulisan yang jelas dan mudah dimengerti oleh pembacanya.
Dalam menulis renungan, penulis berbagi iman dari pengalaman rohaninya bersama dengan Tuhan setelah membaca Alkitab, kepada pembaca. Penulis renungan tidak sedang menggurui atau memaksakan suatu kehendak agar dituruti oleh pembacanya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menguatkan, mengoreksi, menasehati, menghibur, maupun memberikan pengetahuan baru dari pembacaan firman Tuhan yang sudah diperoleh penulis kepada pembaca. Fokus utamanya adalah membawa pembaca kepada Kristus (Kristosentris), sebagai Pribadi yang menyelamatkan dan memberikan pertolongan. Selain itu, pembaca juga diajak untuk memperaktekkan firman Tuhan yang tercatat dalam Alkitab. Sebab hanya Alkitablah yang dijadikan sebagai sumber utama dalam penulisan renungan, sumber lain hanyalah sebagai penunjang saja.
2. SIAPA? (Who?)
Pada bagian “who atau siapa” ini ada dua hal yang harus diperhatikan: Pertama, diri si penulis itu sendiri. Kedua, pembacanya. Sebagai penulisan di bidang rohani, sudah tentu penulisannya pun haruslah seorang Kristen yang memiliki rohani baik, dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut:
1. Telah lahir baru. Menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, serta yakin terhadap keselamatan dirinya.
2. Memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan melalui jam-jam doa yang teratur, pembacaan Alkitab yang teratur, dan beribadah dengan teratur pula.
3. Punya pemahaman yang benar dan baik mengenai isi firman Allah. Hal ini penting untuk diperhatikan, supaya menghindari bahaya penyesatan akibat salah menafsirkan ayat firman Tuhan.
4. Memiliki hati yang mengasihi jiwa-jiwa yang belum diselamatkan atau rindu untuk memberikan motivasi kepada mereka mengalami kemunduran rohani.
5. Mempunyai bakat, dan ketrampilan untuk menulis.
6. Memahami penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dengan baik dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik pula.
7. Bersikap terbuka terhadap saran dan kritikan membangun yang ditujukan kepadanya.
Jika kriteria di atas diperuntukkan bagi si penulis (writer), maka perlu juga memperhatikan pada diri si pembacanya (reader). Pembaca bisa digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu:
1. Segi usia. Berapa sasaran usia pembaca kita: Tua, muda, remaja, anak-anak, atau keluarga.
2. Segi pendidikan. Bagaimana tingkat pendidikannya, apakah pendidikannya SD, SMP, SMA, atau Perguruan Tinggi. Apakah juga untuk sekuler atau kalangan mahasiswa teologi.
3. Segi denominasi gereja. Ditujukan bagi kalangan denominasi gereja mana, apakah Kharismatik, Pentakosta, Injili, Reform, Bala Keselamatan, Baptis, atau interdenominasi (untuk semua kalangan). Apabila ditujukan bagi kalangan interdenominasi, maka hal yang harus diperhatikan adalah tidak boleh menyinggung doktrin, seperti Baptisan, Keselamatan bisa hilang atau tidak, dsb.
4. Segi gaya bahasa. Meski gaya bahasa yang dipergunakan adalah gaya bahasa popular, namun kita perlu juga memperhatikan gaya bahasa mana yang cocok dipergunakan pada pembaca kita. Tentunya berkaitan dengan tingkat usia atau pendidikan. Misalnya, bagi kalangan pemuda atau pelajar, tentunya gaya bahasa yang dipakai bisa dengan mempergunakan bahasa yang gaul. Lain halnya bila ditujukan bagi orangtua atau lansia, tentunya gaya bahasa yang dipakai haruslah yang sederhana dan mudah dimengerti, tanpa memakai bahasa asing yang bisa membuat pusing mereka.
3. BAGAIMANA? (Why?)
Meski terlihat mudah, namun kita tidak dengan seenaknya membuat tulisan renungan. Kita tetap harus memperhatikan beberapa hal berikut, yaitu:
1. Tulisan renungan biasanya terdiri dari tiga bagian yang masing-masing bagian berkisar antara 3 hingga 4 praragraf. Bagian-bagian tersebut yaitu: Pembukaan, Isi dan Penutup. Bagian pembukaan dibuat sebagai pengantara sebelum pembaca dihantarkan kepada pembahasan yang akan dibahas. Baisanya berupa ilustrasi, kesaksian, atau latar belakang dari perikop ayat yang diangkat. Panjangnya berkisar sepertiga bagian dari keseluruhan tulisan renungan. Pada bagian isi inilah semua pemaparan penulis dipaparkan berkaitan dengan ayat yang diangkat, judul, dan dengan bagian pembuka tadi. Isinya biasanya lebih panjang sedikit dibandingkan bagian pembukaan. Sedangkan bagian akhir tulisan, merupakan kalimat penutup yang berisi ajakan, himbauan, dukungan kepada pembaca untuk mentaati atau menjauhi hal yang dimaksud dalam pembahasan tulisan renungan tersebut. Dengan kata lain bagian akhir ini merupakan penutup dari renungan kita.
2. Faktor koherensi dan konsistensi. Kedua faktor ini harus diperhatikan dengan baik, sebab bila tidak akan membuat tulisan kita ngawur. Koherensi memiliki arti “utuh menyeluruh, tidak terpecah.” Sedangkan konsistensi berarti “kesinambungan.” Dengan demikian, tulisan renungan kita haruslah utuh menyeluruh dan berkesinambungan, tidak terputus ceritanya. Dari awal sampai akhir nyambung.
3. Faktor pendukung. Ada beberapa faktor pendukung yang terdapat dalam tulisan renungan, yakni: a) Judul. Buatlah judul semenarik mungkin, sehingga orang menjadi tertarik untuk membacanya. Panjang judul berkisar 2-4 kata, lebih dari itu kurang baik. b) Ayat pembacaan. Diambil satu ayat dari satu perikop yang akan dibahas. c) Ayat pendukung. Bisa diambil dari perikop yang sedang dibahas atau dari Kitab lain. Asalkan ayat yang diambil tepat dan sesuai dengan pembahasan tulisan renungan kita. d) Pelengkap lain, seperti: pokok doa, pembacaan Alkitab setahun, kata-kata mutiara, refleksi kehidupan, humor, dll.
4. Faktor tepat sasaran. Tulisan yang dibuat haruslah memiliki sasaran yang jelas. Misalnya: Agar pembaca bertobat dari dosa-dosanya, menerima anugerah keselamatan, atau menguatkan iman.
4. JENISNYA
Dalam tulisan renungan, berdasarkan sifatnya bisa dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Informasi. Tulisan yang disampaikan penuh dengan informasi seputar perkembangan pekerjaan Tuhan di dunia maupun berupa pemaparan siingkat dari topik (perikop) yang sedang dibahas.
b. Teguran. Isinya menyangkut teguran terhadap pelanggaran (dosa) yang mungkin telah diperbuat oleh pembaca. Misalnya: Perpuluhan, perzinahan, dan sebagainya.
c. Penghiburan. Untuk menghibur hati pembaca yang sedang risau dan gundah gulana. Sehingga si pembaca merasa terhibur dan fresh kembali.
d. Motivasi. Membagikan semangat baru kepada pemabca, agar bangkit dari kegagalan dan tidak mengulangi tindakan salah yang pernah dilakukan.
Contoh sebuah tulisan renungan diambil dari e-Renungan Harian, tgl. 15 Juli 2009
Bacaan : Rut 1
Setahun : Yesaya 25-27
Nats : “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan
tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ
jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku
bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku”
(Rut 1:16).
Judul: SETIA DALAM KEKOSONGAN
"Ada uang abang disayang, tidak ada uang abang ditendang." Inilah
sebuah ungkapan yang menyatakan ketidaksetiaan. Tak mudah memang
untuk setia, apalagi jika kesetiaan tidak hanya untuk diucapkan, tetapi perlu dibuktikan.
Ada tiga penguji kesetiaan. Pertama, waktu. Seberapa lama kita bisa setia? Kedua, jarak. Kita bisa setia saat dekat, tetapi bagaimana jika kita terpisah jauh? Ketiga, keadaan. Kalau lagi senang kita akan setia, tetapi bagaimana jika dalam keadaan yang sulit.
Rut adalah seorang yang setia. Waktu Naomi dan keluarganya baru datang ke Moab, mereka adalah keluarga yang memiliki harta. Jadi, boleh dikatakan Rut menikah dengan anak dari keluarga yang lumayan berada-Alkitab tidak menyebut berapa banyak kekayaan Naomi, tetapi ada pernyataan bahwa Naomi "pergi dengan tangan penuh" (1:21). Akan tetapi, setelah Elimelekh dan kedua anaknya meninggal dunia, Naomi jatuh miskin "tetapi dengan tangan kosong Tuhan memulangkan aku". Di sinilah kesetiaan Rut diuji dan ia berhasil. Rut tidak meninggalkan Naomi dalam “kekosongannya.”
Mudah sekali untuk setia kepada orang yang banyak harta benda dan tinggi kedudukan. Sebaliknya, sulit sekali untuk setia kepada orang yang sedang jatuh atau tidak punya apa-apa lagi. Rut bisa tetap setia karena dasar kesetiaannya adalah kasih, bukan harta. Oleh sebab itu,jikalau kita mau menjadi orang yang setia, baik kepada istri atau suami, pelayanan, bahkan kepada Tuhan, kita harus mengubah dasar kesetiaan kita. Biarlah kasih yang selalu menjadi alasan mengapa kita setia -RY
JANGAN BIARKAN KESETIAAN KITA DITENTUKAN OLEH HARTA TETAPI TENTUKANLAH KESETIAAN KITA OLEH KASIH
(sumber: bahan SOW angkatan ke-3, oleh Tony Tedjo. Bisa dihubungi di 081394401799 atau tony_kharis@yahoo.co.id)
Senin, 13 Juli 2009
Menjadi Kaya dari Menulis
Judul di atas mungkin akan dianggap oleh sebagian orang terlalu berlebihan. Lha hidup layak dari menulis saja cukup sulit. Mungkin Anda mengenal penulis yang hidupnya serba susah karena mengandalkan honor dari menulis saja. Banyak orang tua yang keningnya langsung berkerut waktu mengetahui anaknya tercinta bercita-cita menjadi penulis. Madesu atau masa depan suram sudah terbayang di benak orang tua tersebut. Bagi sebagian orang profesi penulis masih dipandang sebelah mata.
Judul di atas tidak mengada-ada. Banyak penulis yang bisa menjadi orang kaya. Berlimpah ruah materi. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jika Anda ingin kaya dari menulis atau sedikitnya hidup berkecukupan dari menulis.
1. Buku yang Anda tulis laris manis.
Mungkin ini adalah syarat yang paling susah dipenuhi. Anda mungkin berpikir bahwa buku yang laris adalah buku yang memiliki kualitas sangat baik, masterpiece. Salah. Belum tentu. Tidak semua buku yang laris adalah masterpiece. Buku yang berkualitaspun belum tentu terjual banyak. Memang, walaupun begitu, buku dengan kualitas baik memiliki kemungkinan lebih besar menjadi laris. Jadi, ada banyak kemungkinan buku Anda akan menjadi buku laris.
2. Anda cukup produktif menulis buku.
Jika Anda memiliki buku Best Seller Anda pantas bersyukur. Tetapi seberapa banyak sih sebuah buku yang dinyatakan best seller laku terjual di Indonesia.
Apalagi jika kita melihat kondisi di Indonesia yang sangat rendah minat bacanya. Suatu buku yang disebut best seller oplahnya hanya ada di kisaran angka ribuan. Paling banter puluhan ribu. Ini lebih sedikit lagi kalau buku tersebut adalah buku non fiksi. Cara mensiasati hal ini adalah dengan produktif menulis buku.
3. Anda memiliki penghasilan yang merupakan side effect dari tulisan Anda.
Tentu Anda pernah melihat banyak profesional yang menulis buku. Pernah saya menanyakan apa sih motivasinya menulis buku. Ia menjawab, bagi-bagi ilmu, sekalian mempromosikan keahliannya. Royalti sama sekali tidak ada di dalam jawabannya. Nilainya tidak sebanding dengan waktu, tenaga yang harus dicurahkan untuk menulis buku. Dengan menulis buku ia akan mendapatkan kredibilitas yang makin mendorong bisnisnya.
4. Anda harus menjual diri Anda sendiri.
Bukan jamannya lagi seorang penulis adalah seorang yang menyendiri, tenggelam dalam kesibukkannya menulis dan melupakan hubungan dengan dunia luar.
Seorang penulis pernah berkata bahwa karena ia bukan seorang yang bisa berbicara dengan baik makanya ia menjadi penulis. The worst thing, ia hanya menulis dan menulis, dan tidak pernah muncul di dunia. Jika Anda memiliki kesempatan, berinteraksilah dengan lngkungan, berbicaralah dengan siapapun. Semakin banyak Anda dikenal, semakin banyak kesempatan orang akan membeli buku Anda. Jika Anda hanya menulis dan menulis, hanya faktor luck yang akan membantu buku Anda laku di pasaran. Orang yang datang ke toko buku, dan melihat buku baru Anda dipajang di etalase toko buku, akan berkata "Who the hell is the writer". Semakin sering Anda menulis juga akan mendongkrak nama Anda, tetapi prosesnya akan lama. Berbeda jika nama Anda sudah dikenal sebelumnya.
Jika Anda enggan atau tidak nyaman bertemu dengan orang dan berbicara. Gunakan kemampuan teknologi seperti chat, email, blog, untuk berkomunikasi dengan orang lain. (Ditulis oleh Didik Wijaya)
Judul di atas tidak mengada-ada. Banyak penulis yang bisa menjadi orang kaya. Berlimpah ruah materi. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jika Anda ingin kaya dari menulis atau sedikitnya hidup berkecukupan dari menulis.
1. Buku yang Anda tulis laris manis.
Mungkin ini adalah syarat yang paling susah dipenuhi. Anda mungkin berpikir bahwa buku yang laris adalah buku yang memiliki kualitas sangat baik, masterpiece. Salah. Belum tentu. Tidak semua buku yang laris adalah masterpiece. Buku yang berkualitaspun belum tentu terjual banyak. Memang, walaupun begitu, buku dengan kualitas baik memiliki kemungkinan lebih besar menjadi laris. Jadi, ada banyak kemungkinan buku Anda akan menjadi buku laris.
2. Anda cukup produktif menulis buku.
Jika Anda memiliki buku Best Seller Anda pantas bersyukur. Tetapi seberapa banyak sih sebuah buku yang dinyatakan best seller laku terjual di Indonesia.
Apalagi jika kita melihat kondisi di Indonesia yang sangat rendah minat bacanya. Suatu buku yang disebut best seller oplahnya hanya ada di kisaran angka ribuan. Paling banter puluhan ribu. Ini lebih sedikit lagi kalau buku tersebut adalah buku non fiksi. Cara mensiasati hal ini adalah dengan produktif menulis buku.
3. Anda memiliki penghasilan yang merupakan side effect dari tulisan Anda.
Tentu Anda pernah melihat banyak profesional yang menulis buku. Pernah saya menanyakan apa sih motivasinya menulis buku. Ia menjawab, bagi-bagi ilmu, sekalian mempromosikan keahliannya. Royalti sama sekali tidak ada di dalam jawabannya. Nilainya tidak sebanding dengan waktu, tenaga yang harus dicurahkan untuk menulis buku. Dengan menulis buku ia akan mendapatkan kredibilitas yang makin mendorong bisnisnya.
4. Anda harus menjual diri Anda sendiri.
Bukan jamannya lagi seorang penulis adalah seorang yang menyendiri, tenggelam dalam kesibukkannya menulis dan melupakan hubungan dengan dunia luar.
Seorang penulis pernah berkata bahwa karena ia bukan seorang yang bisa berbicara dengan baik makanya ia menjadi penulis. The worst thing, ia hanya menulis dan menulis, dan tidak pernah muncul di dunia. Jika Anda memiliki kesempatan, berinteraksilah dengan lngkungan, berbicaralah dengan siapapun. Semakin banyak Anda dikenal, semakin banyak kesempatan orang akan membeli buku Anda. Jika Anda hanya menulis dan menulis, hanya faktor luck yang akan membantu buku Anda laku di pasaran. Orang yang datang ke toko buku, dan melihat buku baru Anda dipajang di etalase toko buku, akan berkata "Who the hell is the writer". Semakin sering Anda menulis juga akan mendongkrak nama Anda, tetapi prosesnya akan lama. Berbeda jika nama Anda sudah dikenal sebelumnya.
Jika Anda enggan atau tidak nyaman bertemu dengan orang dan berbicara. Gunakan kemampuan teknologi seperti chat, email, blog, untuk berkomunikasi dengan orang lain. (Ditulis oleh Didik Wijaya)
Senin, 06 Juli 2009
Mengembangkan Ide Menjadi Tulisan
Membuat tulisan tanpa ide, saya rasa tidak mungkin jadi. Setiap tulisan yang dibuat pasti memiliki ide terlebih dahulu. Ide merupakan suatu gagasan terhadap topik tertentu yang muncul secara tiba-tiba. Seringkali diibaratkan seperti kelinci. Maksudnya dia dengan cepat muncul, dan dengan cepat pula akan lenyap, apabila kita tidak segera menangkapnya. Oleh karena itu apabila ide itu sedang muncul dalam benak pikiran kita, cepatlah tangkap. Bagaimana caranya, "tuliskan". Menuliskan ide yang muncul tiba-tiba tersebut. Catat pada sebuah buku (block note) atau pada komputer kita. Biarkan saja ide itu dituliskan apa adanya. Baru kemudian setelah semua isi ide itu dituangkan. Kita bisa mengedit dengan cara menambahkan data-data atau mengurangi bagian yang tidak diperlukan.
Apabila Anda hendak belajar lebih lanjut mengenai penulisan, daftarkan diri Anda sebagai peserta SOW. Hubungi kami di 081394401799 atau penerbitagape@gmail.com.
Rabu, 01 Juli 2009
Membaca itu Penting
“Saya pilih menjadi orang miskin yang tinggal di pondok penuh buku daripada menjadi raja yang tak punya hasrat untuk membaca.”
Thomas Babington Macaulay (1800-1859), sejarawan Inggris.
Membaca merupakan aktifitas yang menyenangkan sekaligus mencerahkan. Membaca membantu kita lebih berwawasan, sukses dan hidup lebih baik. Tetapi ternyata kegemaran membaca belum dimiliki mayoritas orang, sebab mereka belum mengerti berjuta manfaat dari membaca. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari membaca, yang mungkin dapat menggugah semangat dan kemauan Anda untuk melahap isi buku-buku bacaan.
1. Membaca membangun pondasi yang kuat untuk dapat mempelajari dan memahami berbagai disiplin ilmu sekaligus mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Senang membaca meningkatkan kecerdasan verbal dan lingusitik karena membaca memperkaya kosa kata dan kekuatan kata-kata.
3. Membaca mencegah rabun mata, karena membaca melatih dan mengaktifkan otot-otot mata.
4. Membaca mencegah kepikunan karena melibatkan tingkat konsentrasi lebih besar, mengaktifkan dan menyegarkan pikiran.
5. Kegemaran membaca membantu meningkatkan kecerdasan, serta meningkatkan daya kreatifitas dan imajinasi.
6. Membaca membantu memperbaiki rasa percaya diri, mengembangkan kemampuan memanajemen emosi dan meningkatkan kemampuan melakukan interaksi sosial positif dimanapun dan kapanpun.
7. Membaca membentuk karakter dan kepribadian, sampai-sampai ada pepatah yang mengatakan, “Apa yang kita baca sekarang, seperti itulah kita 20 tahun yang akan datang”.
8. Membaca menjadikan kita lebih dewasa, lebih arif dan bijaksana dalam menjalani kehidupan.
Membaca adalah kegiatan yang sarat manfaat dan sangat penting dalam kehidupan kita. Banyak orang sukses dan cerdas dikarenakan kecintaan mereka membaca buku dan belajar. Oleh sebab itu tingkatkan intensitas membaca terutama di waktu senggang Anda, dan berikut ini adalah beberapa hal menarik untuk membangkitkan semangat membaca.
1. Sesuaikan tingkat bacaan dengan tingkat kosa kata, sebab keengganan meneruskan bacaan seringkali dikarenakan kita sulit memahami arti katanya.
2. Luangkan waktu secara rutin untuk membaca, misalnya setengah jam per hari, karena langkah ini lambat laun akan meningkatkan kemampuan memahami berbagai gaya tulisan dan kosa kata baru.
3. Mencoba menulis tentang apapun yang dianggap menarik, misalnya tentang perasaan, pengalaman, cara memandikan kucing, menanam pohon , memasak kue dan lain sebagainya. Mencoba menulis akan meningkatkan minat membaca.
4. Berusaha menggunakan waktu untuk membaca dengan selalu membawa bahan bacaan dimanapun berada. Simpan buku atau majalah dalam tas, ruang keluarga atau tempat yang sering Anda gunakan, sehingga memungkinkan Anda menjangkau dan membaca.
5. Tentukan berapa banyak buku yang ingin Anda baca dalam kurun waktu tertentu. Mulailah memasang target dengan disiplin tinggi, karena langkah ini melatih kemampuan meluangkan lebih banyak waktu untuk membaca lebih banyak hal.
6. Buatlah daftar buku yang sudah Anda baca dan catatan isi buku tersebut. Simpanlah catatan tersebut dengan rapi di tempat favorit Anda, misalnya di buku harian, di komputer, di lemari, dan lain sebagainya.
7. Matikan televisi, karena televisi tidak mengajak kita aktif belajar dan berpikir kreatif. Daripada waktu terbuang untuk memindah channel televisi mencari acara televisi yang bagus, bisa jadi waktu tersebut sudah cukup banyak untuk menyelesaikan membaca sebuah buku.
8. Bergabunglah dengan kelompok baca, dimana dalam periode tertentu para anggotanya berkumpul untuk mendiskusikan topik bacaan yang telah sama-sama tentukan sebelumnya. Berkomitmen terhadap kelompok baca memberikan momentum yang lebih besar untuk menyelesaikan bacaan buku, dan menciptakan forum yang luar biasa untuk berdiskusi dan bersosialisasi seputar tema buku.
9. Sering-seringlah mengunjungi toko buku atau perustakaan, karena kesempatan melihat-lihat buku akan melatih mental membaca sebagai kebutuhan dan menginspirasi banyak hal baru yang menarik untuk dibaca.
10. Bangunlah strategi, yaitu dengan menentukan sendiri cara yang baik menurut Anda untuk meningkatkan aktifitas membaca, sehingga Anda semakin rajin membaca dan mendapatkan manfaat yang lebih besar dari buku yang Anda baca.
Kembangkan terus minat baca Anda, karena membaca dapat meningkatkan kemampuan, terutama kemampuan untuk menjalani kehidupan dengan lebih bijaksana. Tingkatkan intensitas membaca dengan memanfaatkan waktu luang semaksimal mungkin untuk membaca. Membaca merupakan salah satu investasi yang baik dari waktu kita.
*Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best-seller.Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com
Thomas Babington Macaulay (1800-1859), sejarawan Inggris.
Membaca merupakan aktifitas yang menyenangkan sekaligus mencerahkan. Membaca membantu kita lebih berwawasan, sukses dan hidup lebih baik. Tetapi ternyata kegemaran membaca belum dimiliki mayoritas orang, sebab mereka belum mengerti berjuta manfaat dari membaca. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari membaca, yang mungkin dapat menggugah semangat dan kemauan Anda untuk melahap isi buku-buku bacaan.
1. Membaca membangun pondasi yang kuat untuk dapat mempelajari dan memahami berbagai disiplin ilmu sekaligus mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Senang membaca meningkatkan kecerdasan verbal dan lingusitik karena membaca memperkaya kosa kata dan kekuatan kata-kata.
3. Membaca mencegah rabun mata, karena membaca melatih dan mengaktifkan otot-otot mata.
4. Membaca mencegah kepikunan karena melibatkan tingkat konsentrasi lebih besar, mengaktifkan dan menyegarkan pikiran.
5. Kegemaran membaca membantu meningkatkan kecerdasan, serta meningkatkan daya kreatifitas dan imajinasi.
6. Membaca membantu memperbaiki rasa percaya diri, mengembangkan kemampuan memanajemen emosi dan meningkatkan kemampuan melakukan interaksi sosial positif dimanapun dan kapanpun.
7. Membaca membentuk karakter dan kepribadian, sampai-sampai ada pepatah yang mengatakan, “Apa yang kita baca sekarang, seperti itulah kita 20 tahun yang akan datang”.
8. Membaca menjadikan kita lebih dewasa, lebih arif dan bijaksana dalam menjalani kehidupan.
Membaca adalah kegiatan yang sarat manfaat dan sangat penting dalam kehidupan kita. Banyak orang sukses dan cerdas dikarenakan kecintaan mereka membaca buku dan belajar. Oleh sebab itu tingkatkan intensitas membaca terutama di waktu senggang Anda, dan berikut ini adalah beberapa hal menarik untuk membangkitkan semangat membaca.
1. Sesuaikan tingkat bacaan dengan tingkat kosa kata, sebab keengganan meneruskan bacaan seringkali dikarenakan kita sulit memahami arti katanya.
2. Luangkan waktu secara rutin untuk membaca, misalnya setengah jam per hari, karena langkah ini lambat laun akan meningkatkan kemampuan memahami berbagai gaya tulisan dan kosa kata baru.
3. Mencoba menulis tentang apapun yang dianggap menarik, misalnya tentang perasaan, pengalaman, cara memandikan kucing, menanam pohon , memasak kue dan lain sebagainya. Mencoba menulis akan meningkatkan minat membaca.
4. Berusaha menggunakan waktu untuk membaca dengan selalu membawa bahan bacaan dimanapun berada. Simpan buku atau majalah dalam tas, ruang keluarga atau tempat yang sering Anda gunakan, sehingga memungkinkan Anda menjangkau dan membaca.
5. Tentukan berapa banyak buku yang ingin Anda baca dalam kurun waktu tertentu. Mulailah memasang target dengan disiplin tinggi, karena langkah ini melatih kemampuan meluangkan lebih banyak waktu untuk membaca lebih banyak hal.
6. Buatlah daftar buku yang sudah Anda baca dan catatan isi buku tersebut. Simpanlah catatan tersebut dengan rapi di tempat favorit Anda, misalnya di buku harian, di komputer, di lemari, dan lain sebagainya.
7. Matikan televisi, karena televisi tidak mengajak kita aktif belajar dan berpikir kreatif. Daripada waktu terbuang untuk memindah channel televisi mencari acara televisi yang bagus, bisa jadi waktu tersebut sudah cukup banyak untuk menyelesaikan membaca sebuah buku.
8. Bergabunglah dengan kelompok baca, dimana dalam periode tertentu para anggotanya berkumpul untuk mendiskusikan topik bacaan yang telah sama-sama tentukan sebelumnya. Berkomitmen terhadap kelompok baca memberikan momentum yang lebih besar untuk menyelesaikan bacaan buku, dan menciptakan forum yang luar biasa untuk berdiskusi dan bersosialisasi seputar tema buku.
9. Sering-seringlah mengunjungi toko buku atau perustakaan, karena kesempatan melihat-lihat buku akan melatih mental membaca sebagai kebutuhan dan menginspirasi banyak hal baru yang menarik untuk dibaca.
10. Bangunlah strategi, yaitu dengan menentukan sendiri cara yang baik menurut Anda untuk meningkatkan aktifitas membaca, sehingga Anda semakin rajin membaca dan mendapatkan manfaat yang lebih besar dari buku yang Anda baca.
Kembangkan terus minat baca Anda, karena membaca dapat meningkatkan kemampuan, terutama kemampuan untuk menjalani kehidupan dengan lebih bijaksana. Tingkatkan intensitas membaca dengan memanfaatkan waktu luang semaksimal mungkin untuk membaca. Membaca merupakan salah satu investasi yang baik dari waktu kita.
*Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best-seller.Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com
MENULIS BUKU ROHANI
Budaya menulis menjadi barang langka. Orang lebih senang bicara secara lisan ketimbang melalui tulisan. Mengapa? Sebab kalau ngomong itu tidak perlu dikonsep dulu, bisa langsung keluar ibarat air mengalir. Bahkan kalau disuruh bicara sampai tiga jam, lancar saja dan tanpa masalah.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sangat minimnya buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit di Indonesia, apalagi untuk kategori buku rohani. Hanya bisa dihitung dengan jari. Coba saja perhatikan, setiap kali diadakan pameran buku yang biasa diadakan setahun sekali oleh Ikatan Penerbit Indonesia Jawa Barat (IKAPI Jabar), dari seluruh stan yang tersedia, 85% stan diisi oleh penerbit Islam, 14% oleh penerbit nasionalis, dan 1% oleh penerbit Kristen. Paling-paling hanya penerbit ANDI dan KANISIUS saja yang terlibat. Itupun mereka lebih banyak menjual buku-buku Filsafat atau buku komputer. Buku rohaninya hanya dihitung jari. Sangat menyedihkan sekali.
Dari penulis rohani pun, saya mengamati bahwa hanya sedikit saja penulis lokal yang menulis buku. Sebagian besar buku-buku yang diterbitkan merupakan buku terjemahan dari penulis asing. Sangat memprihatinkan bukan? Waktu saya sharing dengan bagian marketing PBMR ANDI mereka mengatakan bahwa perbandingan antara penulis lokal dan penulis asing adalah 1:4, artinya 1 buku karya penulis lokal berbanding 4 buku karya penulis asing. Bagaimana dunia penulisan rohani di Indonesia bisa maju, bila kondisinya seperti ini.
Di luar negeri, katanya setiap mahasiswa harus membuat satu buku dahulu baru bisa lulus. Jauh berbeda dengan di Indonesia, jangankan mahasiswanya, guru besarnya saja belum tentu sudah menuliskan sebuah buku. Jangan heran bila ketinggalan jauh dengan mereka.
Menulis Buku
Menulis itu mudah saja. Menurut saya, menulis adalah seni mengungkapkan isi hati. Semua isi hati kita dituangkan dalam bentuk sebuah tulisan. Setelah semua tulisan tersebut tersusun, barulah kita memilah-milah, bagian mana yang masih bisa dipakai, bagian mana yang harus dibuang, dan bagian mana yang harus ditambahkan. Proses ini yang dinamakan editing.
Sebelum menulis buku, tentukan terlebih dahulu jenis buku apa yang hendak ditulis. Buku text book (buku ilmiah) atau buku populer. Masing-masing memiliki kriteria tersendiri. Biasanya buku-buku ilmiah harus memiliki sumber kepustakaan yang mendukung dan merupakan hasil riset. Sedangkan, untuk buku-buku populer bisa tanpa dukungan buku lain.
Ada banyak orang memiliki kerinduan menjadi penulis buku, namun mereka hanya berkhayal saja. Kepada setiap orang dia bercerita bahwa dia akan menulis sebuah buku dengan judul ini, dan isinya itu. Namun, tanpa pernah sedetikpun berdiam, untuk menuliskannya. Sampai kapanpun buku tersebut tidak akan jadi. Hanya ada dalam imajinasi pikirannya.
Syarat menjadi penulis buku, antara lain:
Pertama, suka membaca buku atau majalah.
Kedua, suka menulis.
Ketiga, memiliki daya kreativitas.
Keempat, tidak cepat bosan dan patah semangat.
Beberapa bagian yang perlu diperhatikan dalam membuat buku, seperti:
Pertama, kata pengantar (sangat baik apabila ada prakata terlebih dahulu dari
orang yang dianggap ahli dibidangnya).
Kedua, daftar isi (merupakan garis besar isi buku).
Ketiga, bagian-bagian isi buku (bab-bab)
Keempat, daftar pustaka (sumber pendukung)
Kelima, profil penulis.
Keenam, cover (depan dan belakang)
Menulis Buku Rohani
Menulis buku rohani berbeda dengan menulis buku umum. Perbedaannya tidak terlalu banyak, namun bisa berdampak besar bila tidak diperhatikan. Letak perbedaannya adalah dalam isi dan tujuan yang hendak dicapai dari buku tersebut apabila sudah diterbitkan. Bila buku umum bertujuan hanya untuk mencerdaskan dari segi akal, tapi sisi rohaninya tidak diperhatikan. Berbeda dengan buku rohani, tidak sekadar mencerdaskan akalnya, tapi rohaninya juga harus bisa dibangun. Bahkan, jauh dari itu, supaya para pembacanya dimenangkan bagi Kristus. Dengan kata lain, ada misi tersembunyi dibalik isi buku rohani tersebut, yakni memenangkan si pembaca bagi Kristus.
Persyaratan menjadi penulis buku rohani, yaitu:
Pertama, memiliki kerinduan untuk membuat rohani pembaca bertumbuh.
Kedua, ide tulisan bersumber dari Alkitab.
Ketiga, menjangkau yang terhilang agar dibawa kembali kepada Kristus.
Keempat, bersifat sharing, berbagi pengalaman.
Cara termudah untuk membuat buku rohani adalah BUATLAH SEBUAH ARTIKEL, SETIAP HARI SATU HALAMAN. Kemudian kumpulkan artikel tersebut, dan susunlah berdasarkan kelompoknya. Setelah itu, sudah siap menjadi sebuah tulisan untuk dijadikan sebuah buku. Cara inilah yang pernah dipraktekkan oleh John C Maxwell. Setiap hari dia menuliskan sebuah artikel satu halaman. Secara konsisten dia menuliskan artikel tersebut dengan judul yang berbeda, selama 365 hari. Jadi, di akhir tahun, artikel yang dia tuliskan sudah mencapai 365 buah. Dan kumpulan artikel ini dia pilah dan golongkan berdasarkan topiknya. Akhirnya jadilah sebuah buku dengan tebal 365 halaman. Buku yang tebal bukan? Anda mau mencobanya, silakan saja.
Sekarang, silakan Anda mencoba!
Ikuti langkah berikut:
1. Buatlah buku yang sesuai dengan bidang yang kita kuasai.
2. Tentukan judulnya (judul bisa berubah). Judul harus memiliki nilai jual.
3. Buatlah garis besarnya (ini bisa dipakai untuk daftar isi). Bisa dengan bantuan mapping map (peta konsep).
4. Carilah sumber-sumbernya untuk mendukung penulisan buku kita agar lebih berbobot.
5. Mulailah menulis (tentukan deadlinenya).
6. Silakan baca dan koreksi lagi.
7. Tambahkan bila ada yang diperlukan, dan buang bila tidak perlu.
8. Mulai buat pengantar, pra-kata, daftar isi, kepustakaan, dan profil.
9. Buat pra-cetaknya.
10. Siap dicetak.
11. Siap dipasarkan.
Sangat mudah bukan?
Selamat mencoba dan menjadi penulis buku rohani best seller.
(ditulis oleh Tony Tedjo sebagai bahan dalam Seminar Praktis: Menulis Buku Rohani, bertempat di Gd. Kharisma Jl. BKR 98 A Bandung, 6 Juni 2009. Seminar ini diadakan atas kerjasama Badan Pengurus Mahasiswa STT KHARISMA Bandung dengan Sekolah Menulis Alkitabiah/SOW)
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sangat minimnya buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit di Indonesia, apalagi untuk kategori buku rohani. Hanya bisa dihitung dengan jari. Coba saja perhatikan, setiap kali diadakan pameran buku yang biasa diadakan setahun sekali oleh Ikatan Penerbit Indonesia Jawa Barat (IKAPI Jabar), dari seluruh stan yang tersedia, 85% stan diisi oleh penerbit Islam, 14% oleh penerbit nasionalis, dan 1% oleh penerbit Kristen. Paling-paling hanya penerbit ANDI dan KANISIUS saja yang terlibat. Itupun mereka lebih banyak menjual buku-buku Filsafat atau buku komputer. Buku rohaninya hanya dihitung jari. Sangat menyedihkan sekali.
Dari penulis rohani pun, saya mengamati bahwa hanya sedikit saja penulis lokal yang menulis buku. Sebagian besar buku-buku yang diterbitkan merupakan buku terjemahan dari penulis asing. Sangat memprihatinkan bukan? Waktu saya sharing dengan bagian marketing PBMR ANDI mereka mengatakan bahwa perbandingan antara penulis lokal dan penulis asing adalah 1:4, artinya 1 buku karya penulis lokal berbanding 4 buku karya penulis asing. Bagaimana dunia penulisan rohani di Indonesia bisa maju, bila kondisinya seperti ini.
Di luar negeri, katanya setiap mahasiswa harus membuat satu buku dahulu baru bisa lulus. Jauh berbeda dengan di Indonesia, jangankan mahasiswanya, guru besarnya saja belum tentu sudah menuliskan sebuah buku. Jangan heran bila ketinggalan jauh dengan mereka.
Menulis Buku
Menulis itu mudah saja. Menurut saya, menulis adalah seni mengungkapkan isi hati. Semua isi hati kita dituangkan dalam bentuk sebuah tulisan. Setelah semua tulisan tersebut tersusun, barulah kita memilah-milah, bagian mana yang masih bisa dipakai, bagian mana yang harus dibuang, dan bagian mana yang harus ditambahkan. Proses ini yang dinamakan editing.
Sebelum menulis buku, tentukan terlebih dahulu jenis buku apa yang hendak ditulis. Buku text book (buku ilmiah) atau buku populer. Masing-masing memiliki kriteria tersendiri. Biasanya buku-buku ilmiah harus memiliki sumber kepustakaan yang mendukung dan merupakan hasil riset. Sedangkan, untuk buku-buku populer bisa tanpa dukungan buku lain.
Ada banyak orang memiliki kerinduan menjadi penulis buku, namun mereka hanya berkhayal saja. Kepada setiap orang dia bercerita bahwa dia akan menulis sebuah buku dengan judul ini, dan isinya itu. Namun, tanpa pernah sedetikpun berdiam, untuk menuliskannya. Sampai kapanpun buku tersebut tidak akan jadi. Hanya ada dalam imajinasi pikirannya.
Syarat menjadi penulis buku, antara lain:
Pertama, suka membaca buku atau majalah.
Kedua, suka menulis.
Ketiga, memiliki daya kreativitas.
Keempat, tidak cepat bosan dan patah semangat.
Beberapa bagian yang perlu diperhatikan dalam membuat buku, seperti:
Pertama, kata pengantar (sangat baik apabila ada prakata terlebih dahulu dari
orang yang dianggap ahli dibidangnya).
Kedua, daftar isi (merupakan garis besar isi buku).
Ketiga, bagian-bagian isi buku (bab-bab)
Keempat, daftar pustaka (sumber pendukung)
Kelima, profil penulis.
Keenam, cover (depan dan belakang)
Menulis Buku Rohani
Menulis buku rohani berbeda dengan menulis buku umum. Perbedaannya tidak terlalu banyak, namun bisa berdampak besar bila tidak diperhatikan. Letak perbedaannya adalah dalam isi dan tujuan yang hendak dicapai dari buku tersebut apabila sudah diterbitkan. Bila buku umum bertujuan hanya untuk mencerdaskan dari segi akal, tapi sisi rohaninya tidak diperhatikan. Berbeda dengan buku rohani, tidak sekadar mencerdaskan akalnya, tapi rohaninya juga harus bisa dibangun. Bahkan, jauh dari itu, supaya para pembacanya dimenangkan bagi Kristus. Dengan kata lain, ada misi tersembunyi dibalik isi buku rohani tersebut, yakni memenangkan si pembaca bagi Kristus.
Persyaratan menjadi penulis buku rohani, yaitu:
Pertama, memiliki kerinduan untuk membuat rohani pembaca bertumbuh.
Kedua, ide tulisan bersumber dari Alkitab.
Ketiga, menjangkau yang terhilang agar dibawa kembali kepada Kristus.
Keempat, bersifat sharing, berbagi pengalaman.
Cara termudah untuk membuat buku rohani adalah BUATLAH SEBUAH ARTIKEL, SETIAP HARI SATU HALAMAN. Kemudian kumpulkan artikel tersebut, dan susunlah berdasarkan kelompoknya. Setelah itu, sudah siap menjadi sebuah tulisan untuk dijadikan sebuah buku. Cara inilah yang pernah dipraktekkan oleh John C Maxwell. Setiap hari dia menuliskan sebuah artikel satu halaman. Secara konsisten dia menuliskan artikel tersebut dengan judul yang berbeda, selama 365 hari. Jadi, di akhir tahun, artikel yang dia tuliskan sudah mencapai 365 buah. Dan kumpulan artikel ini dia pilah dan golongkan berdasarkan topiknya. Akhirnya jadilah sebuah buku dengan tebal 365 halaman. Buku yang tebal bukan? Anda mau mencobanya, silakan saja.
Sekarang, silakan Anda mencoba!
Ikuti langkah berikut:
1. Buatlah buku yang sesuai dengan bidang yang kita kuasai.
2. Tentukan judulnya (judul bisa berubah). Judul harus memiliki nilai jual.
3. Buatlah garis besarnya (ini bisa dipakai untuk daftar isi). Bisa dengan bantuan mapping map (peta konsep).
4. Carilah sumber-sumbernya untuk mendukung penulisan buku kita agar lebih berbobot.
5. Mulailah menulis (tentukan deadlinenya).
6. Silakan baca dan koreksi lagi.
7. Tambahkan bila ada yang diperlukan, dan buang bila tidak perlu.
8. Mulai buat pengantar, pra-kata, daftar isi, kepustakaan, dan profil.
9. Buat pra-cetaknya.
10. Siap dicetak.
11. Siap dipasarkan.
Sangat mudah bukan?
Selamat mencoba dan menjadi penulis buku rohani best seller.
(ditulis oleh Tony Tedjo sebagai bahan dalam Seminar Praktis: Menulis Buku Rohani, bertempat di Gd. Kharisma Jl. BKR 98 A Bandung, 6 Juni 2009. Seminar ini diadakan atas kerjasama Badan Pengurus Mahasiswa STT KHARISMA Bandung dengan Sekolah Menulis Alkitabiah/SOW)
Langganan:
Postingan (Atom)